Kami Harus Cari Makan Dimana?


Bulan Tertib Trotoar di Jakarta memang membawa berkah bagi para pejalan kaki. Sejak usang hak mereka atas trotoar diabaikan dan dikuasai oleh mereka yang tidak berhak, ibarat pemotor dan pedagang kaki lima. Dengan diadakannya penertiban oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, hak mereka untuk mendapat keamanan dan kenyamanan berjalan kaki dikembalikan.

Tetapi, sadar atau tidak disadari, pengembalian "hak" tersebut menciptakan runyam juga kehidupan beberapa pihak. Ada pihak yang merasa kesusahan jawaban penertiban tersebut. Banyak yang menyampaikan "Kami harus cari makan dimana?".

Pedagang kaki lima? Sudah pasti. Periuk nasi mereka yang mengandalkan pada berdagang di area yang tidak seharusnya terancam terguling dan tidak dapat terpenuhi. Disebut salah, ya salah sebab peraturannya memang tidak diperkenankan berdagang di trotoar. Jadi, memang sudah resikonya.

Tetapi, bukan cuma para PKL yang mengeluarkan kalimat "Kami harus cari makan dimana?". Ada lagi kalangan yang mengeluarkannya, adalah para karyawan.

Bukan sebab mereka kehilangan mata pencaharian. Mereka tetap digaji oleh tempatnya bekerja dan Bulan Tertib Trotoar tidak kuat terhadap penghasilannya. Jauh dari itu.

Mereka menyampaikan begitu sebab memang mereka mengalami kesulitan "mencari makan". Sudah merupakan hal biasa jika para karyawan yang bekerja di gedung ber-AC sekalipun akan mencari makan siang di warteg-warteg (warung Tegal) yang banyak bertebaran di trotoar. Belum lagi warung rokok dan warung kopi.

Dengan menghilangnya warung-warung itu, otomatis ketersediaan penjual masakan pun berkurang. Pada balasannya menciptakan para karyawan kebingungan sebab harus memutar otak mencari penjual makanan. Tidak gampang mengingat di Jakarta kebanyakan penjual masakan beroperasi di area yang tidak semestinya ibarat trotoar.

Kabar baik bagi pejalan kaki, kepusingan bagi karyawan, dan perhiasan repot bagi para istri karyawan. Mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus berdiri lebih pagi dan menyiapkan bekal makan siang bagi para suaminya.

Untungnya, hal itu sudah saya lakukan semenjak pertama kali bekerja, membawa bekal dari rumah. Jadi, bulan tertib trotoar tidak menjadikan saya harus menyampaikan "Kami harus cari makan dimana?". Paling banter, saya hanya bilang "Waduh, susah nyari kopi nih kalo begini"

Tak apalah, demi ketertiban bersama memang harus ada pengorbanan. Enjoy saja.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kami Harus Cari Makan Dimana?"

Posting Komentar