Insiden salah ucap Presiden Jokowi yang kedua kalinya dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila 1 juni 2015 di Kabupaten Blitar menyangkut tempat kelahiran Presiden Pertama RI Soekarno yang di ucapkan setidaknya dua kali di sebutkan Blitar merupakan tempat kelahiran Presiden Soekarno maka pelak tak terhindarkan sejumlah komentar miring pun berhamburan di khalayak ramai, baik itu lewat media social, twiter, face book, instagram atau bahkan dalam banyak sekali program talk show yang di rilis sejumlah stasiun televisi terkemuka.
Sorotan publik
Imbasnya sejumlah pengamat politik melontarkan ilham bahwa presiden Jokowi butuh juru bicara kepresidenan dengan banyak sekali alasan yang nampak cukup rasional. Seorang presiden harus bebas dari stempel kesalahan dalam tindakan atau ucapan, sehingga itu juru bicara mutlak di perlukan. Begitulah sekilas argumentasi yang banyak di sampaikan para pakar komunikasi politik di berbagai ruang publik.
Benarkah wacara juru bicara kepresiden tersebut yaitu suatu kebutuhan yang patut disegerakan ?. Untuk mengupas tematik ini setidaknya mempunyai banyak ragam sudut pandang terutama aspek kelembagaan dan aspek personal pribadi.
Sebagai suatu forum kepresidenan yang merupakan sumbu kekuasaan tertinggi di negara kita maka hal yang tak terhindarkan lagi bahwa segala hal yang terkait dengan pusaran kekuasaan keprersidenan cenderung menerima kritik pedas dari publik. Publik tidak akan pernah sanggup membedakan secara tegas wilayah kelembagaan atau wilayah personal, Sekalipun kesalahan itu di lakukan oleh oknum staf khusus kepresidenan, publik akan tetap memberi stempel bahwa itu merupakan kesalahan kelembagaan kepresidenan..
Juru bicara
Pada insiden Blitar, apakah mungkin pidato-pidato presiden Jokowi menyerupai itu sanggup di wakilkan kepada seorang juru bicara kepresidenan. Begitupun ketika memimpin rapat-rapat bersama jajaran kabinet kerja, dapatkah cukup di wakilkan saja kepada seorang bicara kepresidenan, jawabannya tentu tidak. Dua referensi perkara menyerupai itu menunjukkan kesimpulan sementara bahwa tidak semua tindakan forum kepresidenan di representasikan ke sosok juru bicara.
Konsepsi juru bicara di butuhkan dalam kerangka menunjukkan sejumlah klarifikasi kepada publik menyangkut latar belakang, maksud, tujuan terkait dari sesuatu yang telah maupun akan di lakukan oleh presiden selaku kepala negara atau kepala pemerintahan. Setidaknya posisi seorang juru bicara kepresidenan mempunyai keterbatasan kewenangan, hanya sebatas pada beberapa hal berikut ini :
Satu hal yang sanggup di simpulkan dari perkara salah ucap ini, bahwa masih terdapat kelemahan dalam jajaran staf khusus kepresidenan atau Sekretariat Negara yang perlu segera di perbaiki dengan menata system dan mekanisme tata kelola manajemen surat menyurat. Walau seorang Kepala Sekretariat Negara (praktino) yang notabenenya yaitu mantan rektor Universitas Gajah Mada sudah tidak absurd dan cukup punya pengalaman menyangkut urusan surat-menyurat, surat keputusan dan dokumen sejenisnya, namun fakor lost control sebagai pengaruh tingginya beban kerja akan gampang terjadi setiap saat. Rentang kendali yang begitu lebar dan dalam pada struktur kelembagaaan sekretariat negara di tambah job description yang multi komprehensif yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan yang membuka ruang untuk di soroti publik.
Semoga insiden-insiden serupa untuk ke depannya tidak perlu terjadi lagi, dan sekiranya harus terjadi lagi di depan publik maka sepatutnyalah publik sanggup memahami bahwa hal itu terjadi sebab musabab faktor kehilafan semata seorang langsung Ir. Joko Widodo.
Imbasnya sejumlah pengamat politik melontarkan ilham bahwa presiden Jokowi butuh juru bicara kepresidenan dengan banyak sekali alasan yang nampak cukup rasional. Seorang presiden harus bebas dari stempel kesalahan dalam tindakan atau ucapan, sehingga itu juru bicara mutlak di perlukan. Begitulah sekilas argumentasi yang banyak di sampaikan para pakar komunikasi politik di berbagai ruang publik.
Benarkah wacara juru bicara kepresiden tersebut yaitu suatu kebutuhan yang patut disegerakan ?. Untuk mengupas tematik ini setidaknya mempunyai banyak ragam sudut pandang terutama aspek kelembagaan dan aspek personal pribadi.
Sebagai suatu forum kepresidenan yang merupakan sumbu kekuasaan tertinggi di negara kita maka hal yang tak terhindarkan lagi bahwa segala hal yang terkait dengan pusaran kekuasaan keprersidenan cenderung menerima kritik pedas dari publik. Publik tidak akan pernah sanggup membedakan secara tegas wilayah kelembagaan atau wilayah personal, Sekalipun kesalahan itu di lakukan oleh oknum staf khusus kepresidenan, publik akan tetap memberi stempel bahwa itu merupakan kesalahan kelembagaan kepresidenan..
Juru bicara
Pada insiden Blitar, apakah mungkin pidato-pidato presiden Jokowi menyerupai itu sanggup di wakilkan kepada seorang juru bicara kepresidenan. Begitupun ketika memimpin rapat-rapat bersama jajaran kabinet kerja, dapatkah cukup di wakilkan saja kepada seorang bicara kepresidenan, jawabannya tentu tidak. Dua referensi perkara menyerupai itu menunjukkan kesimpulan sementara bahwa tidak semua tindakan forum kepresidenan di representasikan ke sosok juru bicara.
Konsepsi juru bicara di butuhkan dalam kerangka menunjukkan sejumlah klarifikasi kepada publik menyangkut latar belakang, maksud, tujuan terkait dari sesuatu yang telah maupun akan di lakukan oleh presiden selaku kepala negara atau kepala pemerintahan. Setidaknya posisi seorang juru bicara kepresidenan mempunyai keterbatasan kewenangan, hanya sebatas pada beberapa hal berikut ini :
- Menyangkut latar belakang, maksud dan tujuan serta content kebijakan pemerintah menyerupai keputusan/instruksi presiden, perppu.
- Hasil-hasil keputusan rapat internal pemerintah yang di anggap perlu di ketahui public.
- Hasil-hasil keputusan rapat/pertemuan antar forum negara.
- Jadwal kerja/kunjungan presiden di daerah-daerah ataupun negara lain, berikut tujuan di lakukan hal itu maupun hasil yang di peroleh.
Satu hal yang sanggup di simpulkan dari perkara salah ucap ini, bahwa masih terdapat kelemahan dalam jajaran staf khusus kepresidenan atau Sekretariat Negara yang perlu segera di perbaiki dengan menata system dan mekanisme tata kelola manajemen surat menyurat. Walau seorang Kepala Sekretariat Negara (praktino) yang notabenenya yaitu mantan rektor Universitas Gajah Mada sudah tidak absurd dan cukup punya pengalaman menyangkut urusan surat-menyurat, surat keputusan dan dokumen sejenisnya, namun fakor lost control sebagai pengaruh tingginya beban kerja akan gampang terjadi setiap saat. Rentang kendali yang begitu lebar dan dalam pada struktur kelembagaaan sekretariat negara di tambah job description yang multi komprehensif yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan yang membuka ruang untuk di soroti publik.
Semoga insiden-insiden serupa untuk ke depannya tidak perlu terjadi lagi, dan sekiranya harus terjadi lagi di depan publik maka sepatutnyalah publik sanggup memahami bahwa hal itu terjadi sebab musabab faktor kehilafan semata seorang langsung Ir. Joko Widodo.
Baca juga Presiden Jokowi Tidak Malu
0 Response to "BENARKAH PRESIDEN JOKOWI BUTUH JURU BICARA"
Posting Komentar