Gaung pertanian organik sepertinya kian hari semakin berkibar dan menggurita saja bahkan disinyalir telah menjadi primadona sebagaimana pernyataan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman disela-sela musrembang nasional (Rabu, 3/6/15).
Tak mau dianggap bercanda dengan pernyataan itu, dalam musrembang tersebut dia menyebutkan menargetkan alokasi anggaran untuk petani melalui Kementerian Pertanian RI mulai tahun 2016 – 2019 akan terus ditingkatkan hingga angka 45 triliun bahkan bisa 60 triliun.
Adapun aktivitas kerja unggulan yang diprioritaskan, beberapa diantaranya pembangunan secara sedikit demi sedikit 1000 desa pertanian organik berbasis holtikultura, pembangunan 1000 toko tani, meningkatkan secara optimal dan pemulihan kesuburan lahan seluas 275 ribu Ha serta pembangunan Unit Pengelola Pupuk Organik (UPPO).
Program-program ini pada hakikatnya hadir untuk mendukung gembar gembor kampanye pertanian organik oleh Kementerian Pertanian.
Semakin dekatnya sasaran swasembada pangan tahun 2017 yang dicanangkan Presiden Jokowi menuntut kementerian pertanian harus bekerja lebih serius dan sungguh-sungguh.
Pasalnya selama ini kebutuhan beras nasional masih saja ditutupi melalui keran impor dari negara Vietnam.
Dampaknya sangat terasa, ketika gelombang nilai tukar rupiah meroket tajam sebagai jawaban tekanan perubahan arah kebijakan moneter Bank sentral Amerika dan Tiongkok maka hampir merontokkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Sialnya ini diperparah juga dengan munculnya informasi beras plastik sehingga turut mendorong kenaikan inflasi nasional komoditi beras yang memperburuk kinerja neraca perdagangan Indonesia.
PELUANG PASAR DUNIA
Terlepas dari kasus beras plastik itu, bahwasanya kalau didalami secara cermat ke belakang alasan pencanangan swasembada pangan di tahun 2017 nanti, tak disyak di dorong dari pola konsumsi masyarakat dunia di beberapa kepingan negara yang cenderung telah berubah.
Perubahan ini dipicu oleh kenyataan bahwa kehidupan mereka selalu bersanding dengan ancaman penyakit-penyakit degeneratif yang konon biang keladinya lingkungan yang mereka diami telah tercemar rupa-rupa logam berat, terutama yang berasal dari emisi kendaraan serta produk industry.
Untuk itu dalam pandangan mereka konsumsi sehari-harinya harus tidak terkontaminasi (baca : organic). Senada dari fakta ini Paul Zane Pilzer (penasihat ekonomi Presiden AS George W Bush) dalam bukunya next trillion telah memproyeksikan masa tahun 2000 ke atas, akan lahir jutawan baru dari industri yang bergerak di sektor kesehatan.
Gelagat dan aroma perubahan sikap masyarakat dunia inilah yang boleh jadi ditangkap Menteri Pertanian sebagai momentum titik balik merubah pola perdagangan Indonesia dari model impor ke model ekspor berbasis komoditi pangan organik.
Apalagi diperteguh data yang dirilis Biocert News Letter di situs resminya bahwa undangan pangan organik pasar Amerika ke negara-negara berkembang (India, Australia, Indonesia) setiap tahunnya naik 15-21 %.
Begitupun undangan yang tiba dari pasar Eropa bergerak sangat cair di kisaran angka 3 –30 persen/tahun. Namun sayangnya hingga sejauh ini persentase nilai ekspor komoditi pangan organik Indonesia masih terbilang imut-imut.
Rupanya hanya 10 kabupaten kota di Indonesia yang menjadi kantong-kantong pangan organik dengan total petani organiknya mencapai 50 ribu orang untuk 640 jenis komoditi.
Bekerja sama dengan, PT Bloom Argo, PT Javara Indigenous komoditi pangan organik 10 kabupaten/kota itu di lempar ke pasar Amerika, Eropa dan Asia.
10 tempat dimaksud berpusat pada pulau jawa menyerupai Jawa Barat (Cisarua, Lembang, Tasikmalaya) Jawa Timur (Malang, Bondowoso), Jawa Tengah(Sragen, Magelang).
Selebihnya berada di Kalimantan Tengah dan Pulau Sumatra (Sumatera Barat dan Aceh). Kaprikornus cukup diterima nalar sehat kalau di tahun 2016 nanti Kementerian Pertanian RI menargetkan aneka aktivitas pembangunan pertanian organik sebagaimana disebut di awal alasannya ialah ternyata basis pertanian organik di Indonesia bisa dikatakan cuma sedikit.
Apa yang dilakukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman lewat banyak sekali gagasan aktivitas unggulan pertanian organik patut diacungkan empat jempol.
Ruang pasar yang terbuka jawaban pergeseran pola konsumsi masyarakat dunia ternyata bisa tercium aromanya oleh beliau.
Bahkan ini telah diperkuat prediksi para andal ekonomi dunia bahwa tahun 2030 nanti merupakan klimaks ledakan penduduk dunia (bonus demografi) maka ketika itu akan ada undangan pangan organik yang mengalir kencang ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Tak mau dianggap bercanda dengan pernyataan itu, dalam musrembang tersebut dia menyebutkan menargetkan alokasi anggaran untuk petani melalui Kementerian Pertanian RI mulai tahun 2016 – 2019 akan terus ditingkatkan hingga angka 45 triliun bahkan bisa 60 triliun.
Adapun aktivitas kerja unggulan yang diprioritaskan, beberapa diantaranya pembangunan secara sedikit demi sedikit 1000 desa pertanian organik berbasis holtikultura, pembangunan 1000 toko tani, meningkatkan secara optimal dan pemulihan kesuburan lahan seluas 275 ribu Ha serta pembangunan Unit Pengelola Pupuk Organik (UPPO).
Program-program ini pada hakikatnya hadir untuk mendukung gembar gembor kampanye pertanian organik oleh Kementerian Pertanian.
Semakin dekatnya sasaran swasembada pangan tahun 2017 yang dicanangkan Presiden Jokowi menuntut kementerian pertanian harus bekerja lebih serius dan sungguh-sungguh.
Pasalnya selama ini kebutuhan beras nasional masih saja ditutupi melalui keran impor dari negara Vietnam.
Dampaknya sangat terasa, ketika gelombang nilai tukar rupiah meroket tajam sebagai jawaban tekanan perubahan arah kebijakan moneter Bank sentral Amerika dan Tiongkok maka hampir merontokkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Sialnya ini diperparah juga dengan munculnya informasi beras plastik sehingga turut mendorong kenaikan inflasi nasional komoditi beras yang memperburuk kinerja neraca perdagangan Indonesia.
PELUANG PASAR DUNIA
Terlepas dari kasus beras plastik itu, bahwasanya kalau didalami secara cermat ke belakang alasan pencanangan swasembada pangan di tahun 2017 nanti, tak disyak di dorong dari pola konsumsi masyarakat dunia di beberapa kepingan negara yang cenderung telah berubah.
Perubahan ini dipicu oleh kenyataan bahwa kehidupan mereka selalu bersanding dengan ancaman penyakit-penyakit degeneratif yang konon biang keladinya lingkungan yang mereka diami telah tercemar rupa-rupa logam berat, terutama yang berasal dari emisi kendaraan serta produk industry.
Untuk itu dalam pandangan mereka konsumsi sehari-harinya harus tidak terkontaminasi (baca : organic). Senada dari fakta ini Paul Zane Pilzer (penasihat ekonomi Presiden AS George W Bush) dalam bukunya next trillion telah memproyeksikan masa tahun 2000 ke atas, akan lahir jutawan baru dari industri yang bergerak di sektor kesehatan.
Gelagat dan aroma perubahan sikap masyarakat dunia inilah yang boleh jadi ditangkap Menteri Pertanian sebagai momentum titik balik merubah pola perdagangan Indonesia dari model impor ke model ekspor berbasis komoditi pangan organik.
Apalagi diperteguh data yang dirilis Biocert News Letter di situs resminya bahwa undangan pangan organik pasar Amerika ke negara-negara berkembang (India, Australia, Indonesia) setiap tahunnya naik 15-21 %.
Begitupun undangan yang tiba dari pasar Eropa bergerak sangat cair di kisaran angka 3 –30 persen/tahun. Namun sayangnya hingga sejauh ini persentase nilai ekspor komoditi pangan organik Indonesia masih terbilang imut-imut.
Rupanya hanya 10 kabupaten kota di Indonesia yang menjadi kantong-kantong pangan organik dengan total petani organiknya mencapai 50 ribu orang untuk 640 jenis komoditi.
Bekerja sama dengan, PT Bloom Argo, PT Javara Indigenous komoditi pangan organik 10 kabupaten/kota itu di lempar ke pasar Amerika, Eropa dan Asia.
10 tempat dimaksud berpusat pada pulau jawa menyerupai Jawa Barat (Cisarua, Lembang, Tasikmalaya) Jawa Timur (Malang, Bondowoso), Jawa Tengah(Sragen, Magelang).
Selebihnya berada di Kalimantan Tengah dan Pulau Sumatra (Sumatera Barat dan Aceh). Kaprikornus cukup diterima nalar sehat kalau di tahun 2016 nanti Kementerian Pertanian RI menargetkan aneka aktivitas pembangunan pertanian organik sebagaimana disebut di awal alasannya ialah ternyata basis pertanian organik di Indonesia bisa dikatakan cuma sedikit.
Apa yang dilakukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman lewat banyak sekali gagasan aktivitas unggulan pertanian organik patut diacungkan empat jempol.
Ruang pasar yang terbuka jawaban pergeseran pola konsumsi masyarakat dunia ternyata bisa tercium aromanya oleh beliau.
Bahkan ini telah diperkuat prediksi para andal ekonomi dunia bahwa tahun 2030 nanti merupakan klimaks ledakan penduduk dunia (bonus demografi) maka ketika itu akan ada undangan pangan organik yang mengalir kencang ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Tak terlepas dari prediksi tersebut, sebagai sebuah negara agraris yang mestinya pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang hasil-hasil produk pertanian maka seyogyanya sektor ini menjadi andalan.
Untuk memulai berdasarkan perspektif ini, di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhonoyo telah dillakukan pemetaan potensi unggulan nasional yang dikemas melalui Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 perihal Master Plan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3I).
Isi dari peraturan presiden tersebut salah satunya menetapkan pulau Sulawesi ialah koridor 7 yang merupakan salah satu pusat produksi pertanian.
Bolaang Mongondow Raya sebagai sebuah entitas dari pulau Sulawesi yang dikenal lumbung beras Sulawesi Utara, menyambut positif kesempatan emas ini.
Terbukti dengan apa yang dilakukan Pemda Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan jargon kabupaten padi walau bahwasanya jargon yang diusung itu cita rasanya terasa cuek dan masih kurang menggigit.
GAGASAN WALIKOTA
Tak terlepas dari prediksi tersebut, sebagai sebuah negara agraris yang mestinya pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang hasil-hasil produk pertanian maka seyogyanya sektor ini menjadi andalan.
Untuk memulai berdasarkan perspektif ini, di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhonoyo telah dillakukan pemetaan potensi unggulan nasional yang dikemas melalui Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 perihal Master Plan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3I).
Isi dari peraturan presiden tersebut salah satunya menetapkan pulau Sulawesi ialah koridor 7 yang merupakan salah satu pusat produksi pertanian.
Bolaang Mongondow Raya sebagai sebuah entitas dari pulau Sulawesi yang dikenal lumbung beras Sulawesi Utara, menyambut positif kesempatan emas ini.
Terbukti dengan apa yang dilakukan Pemda Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan jargon kabupaten padi walau bahwasanya jargon yang diusung itu cita rasanya terasa cuek dan masih kurang menggigit.
GAGASAN WALIKOTA
Pun di wilayah Kotamobagu di bawah kepemimpinan Walikota Ir Tatong Bara dengan mengusung jargon kota model jasa, pusat produksi pertanian di terjemahkan melalui gagasan pengembangan pertanian organik.
Gagasan ini malah ditempatkan menjadi salah satu pilar misi memperkuat gambaran lumbung beras Kotamobagu yang selama ini telah dikenal luas.
Pada titik ini tidak ditabukan pilihan itu cita rasanya sangat sempurna dan relevan dengan apa yang menjadi trending topik di tingkat nasional maupun internasional.
Lebih luas lagi, gagasan Walikota Ir Tatong Bara tersebut patut diapresiasi bersama dan tidak hiperbola kalau dikatakan dia sosok pemimpin tempat yang cerdas, tidak kedap akan perubahan dunia global.
Tersirat makna dibalik gagasan itu Kotamobagu Never Ending to Manado maksudnya produk asal Kotamobagu tidak pernah berakhir hanya cuma di Manado.
Yang terpenting dari gagasan tersebut, walikota telah menaruh perhatian pada sektor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kotamobagu secara maksimal.
Namun ironisnya Satuan Kerja Perangkat Daerah pemkot Kotamobagu selalu kemasukan angin, kurang sanggup menjabarkan secara tajam gagasan cerdas walikota itu dalam aktivitas kerjanya. Ini situasi krisis, dan preseden buruk yang sangat merisaukan publik.
ZONA BAHAYA WALIKOTA
Berkesan belakangan misi pengembangan pertanian organik ini hanya ada dilingkaran kerja Dinas pertanian dan BP4K semata, sehingga Satuan Kerja Perangkat Daerah lain bersikap masa terbelakang dan kurang peduli.
Ini zona ancaman tahap 1, akibat kondisi ini menciptakan walikota masuk dalam kerangkeng jebakan “batman”, terpenjara dari gagasannya sendiri alasannya ialah terang gagasan pengembangan pertanian organik sukar dicapai kalau cuma mengandalkan 1, 2 SKPD.
Selanjutnya gampang ditebak publik akan mengvonis walikota bahwa dia cuma lamu (lalah mulu) dan tidak serius mengeksekusi gagasannya.
Salah satu misalnya ialah Dinas Perindustrian,Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kotamobagu yang seyogyanya perlu berinovasi lewat gagasan pembukaan lapak Kawasan Pasar Organik Kotamobagu (KAPOK) dalam aktivitas kerjanya.
Namun itu tidak pernah terjadi, padahal kalau direnungkan dalam-dalam aktivitas kerja ini akan membuka simpul-simpul mata rantai perdagangan komoditi pangan organik dari tingkat petani.
Masyarakat petani akan lebih termotivasi untuk lebih serius mengolah lahannya berbasis lingkungan sekiranya Kotamobagu telah mempunyai pasar yang siap menampung komoditi komoditi organik mereka.
Pun bagi Dinas Kesehatan Kotamobagu dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa seyogyanya perlu melaksanakan terobosan lewat aktivitas pemberian makanan sehat (organic) bagi ibu hamil, bayi dan balita. Begitu halnya Badan Lingkungan Hidup melalui aktivitas pembuatan pupuk organik berbasis sampah, Dinas Tata Kota melalui aktivitas penataan taman dengan memakai media tanam pupuk organik serta jenis tumbuhan yang bisa mereduksi oksidasi.
Dinas Perhubungan lewat aktivitas pagelaran event festival pangan organik. Kesemuanya itu bertujuan biar tercipta satu kesatuan hulu hilir dari misi pengembangan pertanian organik.
Jangan hingga sindirian walikota harus tersembur dalam ungkapan bahasa belanda ”Earste keer doet zeer, Twede keer, nog meer, Derde keer”,. Kurang lebih artinya pertama kali nikmat, kedua kali mau tambah lagi, ketiga kali nah kau tertangkap tangan otakmu tumpul.
Terlepas dari ungkapan itu, Dinas Pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) selaku institusi teknis yang bertanggung jawab penuh kasus pertanian dalam arti luas, berdasarkan cara pandang saya sudah bekerja cukup keras di dua tahun terakhir.
Takarannya sederhana, Dinas Pertanian dibawah komando Ir Hardi Mokodompit telah menerima sertifikasi organik dari succofindo untuk komoditi kopi desa Bilalang II. Ramjan Mokoginta, S.Hut, M.Si selaku Kepala Seksi Pengolahan Area dan Pengelolaan Hasil Perkebunan yang menangani hal itu ternyata cukup piawai memainkan kiprahnya selaku kepala seksi.
Tidak berbeda jauh dengan Dinas Pertanian, BP4K kotamobagu pun begitu gesit, ulet dan antusias melaksanakan banyak sekali rupa-rupa training kepada kelompok tani dan itu saya buktikan sendiri sebagai anggota komisi penyuluhan ketika melakukan survey lapangan.
Terlepas dari survey tersebut, saran saya yang perlu menjadi buah pedoman kita bersama, Dinas Pertanian Kota Kotamobagu perlu melaksanakan penjajagan kerjasama dengan PT. Bloom Argo dan PT. Javara Indigenous untuk memperluas saluran pemasaran komoditi organik (kopi organik Bilalang II) ke pasar Amerika, Eropa dan Asia.
Kunjungi kantor mereka, lakukan negosiasi dan tutup pembicaraan dengan Memorandum of understanding yang di tandatangani oleh walikota.
Jika itu bisa terjadi, ini lompatan luar biasa dan spetakuler bahwa sudah saatnya kita mengusung slogan gres Kotamobagu never ending to Manado (Kotamobagu tidak pernah berakhir hanya cuma di Manado).
Kembali lagi, walau di satu sisi Kotamobagu telah mempunyai produk kopi organik yang disertifikasi namun di ujung lain secara makro aktivitas pengembangan pertanian organik ini bahwasanya masih berjalan terengah-engah.
Pasalnya peraturan tempat pendukungnya belum ada, Ini menyebabkan kucuran anggaran dari Kementerian Pertanian RI susah masuk.
Penyakit yang sama diperkirakan akan menjangkit lagi di tahun anggaran 2016 nanti mengingat hingga sejauh ini belum jelasnya status draft Rancangan Peraturan Daerah perihal Pengembangan Pertanian Organik yang diajukan.
Menariknya, jawaban Peraturan Daerah itu belum ada,kelompok tani yang ada di Kotamobagu kehilangan kesempatan merasakan proteksi dana 230 juta/kelompok dari Kementerian Pertanian tahun anggaran 2015.
Ini merupakan konsekuensi perubahan denah pola subsidi pupuk pemerintah pusat dari subsidi input sebelumnya ke pola output.
Kiranya semua pemangku kepentingan yang terkait dengan proses penerbitan sebuah peraturan tempat baik itu anggota DPRD Kotamobagu, Kepala Bagian Hukum maupun Kepala Bagian Humas pemkot Kotamobagu harus memberi klarifikasi terbuka ke publik, mengapa draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) perihal Pengembangan Pertanian Organik yang telah diajukan harus mangkrak.
Apa alasannya draft Ranperda itu tidak dimasukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) padahal jauh-jauh hari sebelumnya telah diusulkan. Mestikah harus diberikan sejumlah materi dulu gres akan di bahas draft tersebut.
Semua pertanyaan kritis itu perlu di jawab, biar tidak berkesan menelikung Walikota – Wakil Walikota Kotamobagu. Ingat ini kepentingan banyak orang yang hukumnya wajib, harus disegerakan dan tidak perlu berkilah macam-macam alasan biar tampak masuk akal, yang justru kalau itu dilakukan akan terlihat biongo di mata publik.
Di beberapa kegiatan workshop maupun training pertanian organik yang diselenggarakan BP4K dimana saya ialah salah satu nara sumbernya, gelagat ada tidaknya kepedulian pemerintah sering disoroti.
Kami telah bercocok tanam secara organik namun siapa yang akan menampung hasil kami, dimana tugas pemerintah. Pun menyangkut produksi pupuk organik di tingkatan kelompok tani selalu dikeluhkan tidak sanggup dilaksanakan maksimal karena faktor kurangnya modal kerja. Ini zona bahaya tahap 2 yang sanggup menjadi benteng penghalang misi walikota dibidang pengembangan pertanian organik.
Kemelut ini tidak elok kalau dibiarkan dan harusnya bisa ditangani, sebagai langkah awal mulailah dengan cara menyediakan ruang terpisah komoditi organik baik itu di pasar 23 Maret maupun Serasi.
Tidak itu saja, perhelatan event festival pangan organik wajib digelar dengan mengundang para perusahaan obat herbal maupun pengusaha penampung hasil komoditi organik.
Selanjutnya untuk memperkuat modal kerja kelompok tani serta membumikan gambaran lumbung pangan organik maka pilihan satu satunya mengeluarkan Peraturan Daerah perihal Pengembangan Pertanian Organik.
Akhirnya, saya berkeyakinan di pimpin Sekretaris Kota Kotambagu yang gres Tahlis Galang, SIP, MM bahwa selain punya dasar pengalaman menjadi Sekretaris Daerah Kab. Bolaang Mongondow Selatan sebelumnya dan bermodal status widyaswara nasional disandangnya maka dipastikan dia telah khatam berkali-kali dengan urusan tata kelola pemerintahan yang baik.
Tahu persis apa yang menjadi kebutuhan masyarakat Kotamobagu, bagaimana cara untuk melakukannya serta aktivitas kegiatan apa saja yang perlu menerima stempel skala prioritas.
Penting untuk diingat semua impian besar ini bisa terwujud kalau ada irisan niat yang berpengaruh dari semua pemangku kepentingan untuk merealisasikannya secara nyata. Amin
Baca juga menanti kejutan walikota
Gagasan ini malah ditempatkan menjadi salah satu pilar misi memperkuat gambaran lumbung beras Kotamobagu yang selama ini telah dikenal luas.
Pada titik ini tidak ditabukan pilihan itu cita rasanya sangat sempurna dan relevan dengan apa yang menjadi trending topik di tingkat nasional maupun internasional.
Lebih luas lagi, gagasan Walikota Ir Tatong Bara tersebut patut diapresiasi bersama dan tidak hiperbola kalau dikatakan dia sosok pemimpin tempat yang cerdas, tidak kedap akan perubahan dunia global.
Tersirat makna dibalik gagasan itu Kotamobagu Never Ending to Manado maksudnya produk asal Kotamobagu tidak pernah berakhir hanya cuma di Manado.
Yang terpenting dari gagasan tersebut, walikota telah menaruh perhatian pada sektor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kotamobagu secara maksimal.
Namun ironisnya Satuan Kerja Perangkat Daerah pemkot Kotamobagu selalu kemasukan angin, kurang sanggup menjabarkan secara tajam gagasan cerdas walikota itu dalam aktivitas kerjanya. Ini situasi krisis, dan preseden buruk yang sangat merisaukan publik.
ZONA BAHAYA WALIKOTA
Berkesan belakangan misi pengembangan pertanian organik ini hanya ada dilingkaran kerja Dinas pertanian dan BP4K semata, sehingga Satuan Kerja Perangkat Daerah lain bersikap masa terbelakang dan kurang peduli.
Ini zona ancaman tahap 1, akibat kondisi ini menciptakan walikota masuk dalam kerangkeng jebakan “batman”, terpenjara dari gagasannya sendiri alasannya ialah terang gagasan pengembangan pertanian organik sukar dicapai kalau cuma mengandalkan 1, 2 SKPD.
Selanjutnya gampang ditebak publik akan mengvonis walikota bahwa dia cuma lamu (lalah mulu) dan tidak serius mengeksekusi gagasannya.
Salah satu misalnya ialah Dinas Perindustrian,Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kotamobagu yang seyogyanya perlu berinovasi lewat gagasan pembukaan lapak Kawasan Pasar Organik Kotamobagu (KAPOK) dalam aktivitas kerjanya.
Namun itu tidak pernah terjadi, padahal kalau direnungkan dalam-dalam aktivitas kerja ini akan membuka simpul-simpul mata rantai perdagangan komoditi pangan organik dari tingkat petani.
Masyarakat petani akan lebih termotivasi untuk lebih serius mengolah lahannya berbasis lingkungan sekiranya Kotamobagu telah mempunyai pasar yang siap menampung komoditi komoditi organik mereka.
Pun bagi Dinas Kesehatan Kotamobagu dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa seyogyanya perlu melaksanakan terobosan lewat aktivitas pemberian makanan sehat (organic) bagi ibu hamil, bayi dan balita. Begitu halnya Badan Lingkungan Hidup melalui aktivitas pembuatan pupuk organik berbasis sampah, Dinas Tata Kota melalui aktivitas penataan taman dengan memakai media tanam pupuk organik serta jenis tumbuhan yang bisa mereduksi oksidasi.
Dinas Perhubungan lewat aktivitas pagelaran event festival pangan organik. Kesemuanya itu bertujuan biar tercipta satu kesatuan hulu hilir dari misi pengembangan pertanian organik.
Jangan hingga sindirian walikota harus tersembur dalam ungkapan bahasa belanda ”Earste keer doet zeer, Twede keer, nog meer, Derde keer”,. Kurang lebih artinya pertama kali nikmat, kedua kali mau tambah lagi, ketiga kali nah kau tertangkap tangan otakmu tumpul.
Terlepas dari ungkapan itu, Dinas Pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) selaku institusi teknis yang bertanggung jawab penuh kasus pertanian dalam arti luas, berdasarkan cara pandang saya sudah bekerja cukup keras di dua tahun terakhir.
Takarannya sederhana, Dinas Pertanian dibawah komando Ir Hardi Mokodompit telah menerima sertifikasi organik dari succofindo untuk komoditi kopi desa Bilalang II. Ramjan Mokoginta, S.Hut, M.Si selaku Kepala Seksi Pengolahan Area dan Pengelolaan Hasil Perkebunan yang menangani hal itu ternyata cukup piawai memainkan kiprahnya selaku kepala seksi.
Tidak berbeda jauh dengan Dinas Pertanian, BP4K kotamobagu pun begitu gesit, ulet dan antusias melaksanakan banyak sekali rupa-rupa training kepada kelompok tani dan itu saya buktikan sendiri sebagai anggota komisi penyuluhan ketika melakukan survey lapangan.
Terlepas dari survey tersebut, saran saya yang perlu menjadi buah pedoman kita bersama, Dinas Pertanian Kota Kotamobagu perlu melaksanakan penjajagan kerjasama dengan PT. Bloom Argo dan PT. Javara Indigenous untuk memperluas saluran pemasaran komoditi organik (kopi organik Bilalang II) ke pasar Amerika, Eropa dan Asia.
Kunjungi kantor mereka, lakukan negosiasi dan tutup pembicaraan dengan Memorandum of understanding yang di tandatangani oleh walikota.
Jika itu bisa terjadi, ini lompatan luar biasa dan spetakuler bahwa sudah saatnya kita mengusung slogan gres Kotamobagu never ending to Manado (Kotamobagu tidak pernah berakhir hanya cuma di Manado).
Kembali lagi, walau di satu sisi Kotamobagu telah mempunyai produk kopi organik yang disertifikasi namun di ujung lain secara makro aktivitas pengembangan pertanian organik ini bahwasanya masih berjalan terengah-engah.
Pasalnya peraturan tempat pendukungnya belum ada, Ini menyebabkan kucuran anggaran dari Kementerian Pertanian RI susah masuk.
Penyakit yang sama diperkirakan akan menjangkit lagi di tahun anggaran 2016 nanti mengingat hingga sejauh ini belum jelasnya status draft Rancangan Peraturan Daerah perihal Pengembangan Pertanian Organik yang diajukan.
Menariknya, jawaban Peraturan Daerah itu belum ada,kelompok tani yang ada di Kotamobagu kehilangan kesempatan merasakan proteksi dana 230 juta/kelompok dari Kementerian Pertanian tahun anggaran 2015.
Ini merupakan konsekuensi perubahan denah pola subsidi pupuk pemerintah pusat dari subsidi input sebelumnya ke pola output.
Kiranya semua pemangku kepentingan yang terkait dengan proses penerbitan sebuah peraturan tempat baik itu anggota DPRD Kotamobagu, Kepala Bagian Hukum maupun Kepala Bagian Humas pemkot Kotamobagu harus memberi klarifikasi terbuka ke publik, mengapa draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) perihal Pengembangan Pertanian Organik yang telah diajukan harus mangkrak.
Apa alasannya draft Ranperda itu tidak dimasukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) padahal jauh-jauh hari sebelumnya telah diusulkan. Mestikah harus diberikan sejumlah materi dulu gres akan di bahas draft tersebut.
Semua pertanyaan kritis itu perlu di jawab, biar tidak berkesan menelikung Walikota – Wakil Walikota Kotamobagu. Ingat ini kepentingan banyak orang yang hukumnya wajib, harus disegerakan dan tidak perlu berkilah macam-macam alasan biar tampak masuk akal, yang justru kalau itu dilakukan akan terlihat biongo di mata publik.
Di beberapa kegiatan workshop maupun training pertanian organik yang diselenggarakan BP4K dimana saya ialah salah satu nara sumbernya, gelagat ada tidaknya kepedulian pemerintah sering disoroti.
Kami telah bercocok tanam secara organik namun siapa yang akan menampung hasil kami, dimana tugas pemerintah. Pun menyangkut produksi pupuk organik di tingkatan kelompok tani selalu dikeluhkan tidak sanggup dilaksanakan maksimal karena faktor kurangnya modal kerja. Ini zona bahaya tahap 2 yang sanggup menjadi benteng penghalang misi walikota dibidang pengembangan pertanian organik.
Kemelut ini tidak elok kalau dibiarkan dan harusnya bisa ditangani, sebagai langkah awal mulailah dengan cara menyediakan ruang terpisah komoditi organik baik itu di pasar 23 Maret maupun Serasi.
Tidak itu saja, perhelatan event festival pangan organik wajib digelar dengan mengundang para perusahaan obat herbal maupun pengusaha penampung hasil komoditi organik.
Selanjutnya untuk memperkuat modal kerja kelompok tani serta membumikan gambaran lumbung pangan organik maka pilihan satu satunya mengeluarkan Peraturan Daerah perihal Pengembangan Pertanian Organik.
Akhirnya, saya berkeyakinan di pimpin Sekretaris Kota Kotambagu yang gres Tahlis Galang, SIP, MM bahwa selain punya dasar pengalaman menjadi Sekretaris Daerah Kab. Bolaang Mongondow Selatan sebelumnya dan bermodal status widyaswara nasional disandangnya maka dipastikan dia telah khatam berkali-kali dengan urusan tata kelola pemerintahan yang baik.
Tahu persis apa yang menjadi kebutuhan masyarakat Kotamobagu, bagaimana cara untuk melakukannya serta aktivitas kegiatan apa saja yang perlu menerima stempel skala prioritas.
Penting untuk diingat semua impian besar ini bisa terwujud kalau ada irisan niat yang berpengaruh dari semua pemangku kepentingan untuk merealisasikannya secara nyata. Amin
Baca juga menanti kejutan walikota
0 Response to "ZONA BAHAYA MISI WALIKOTA"
Posting Komentar