Tag line investasi bukan hal gres kita dengar dan baca, tak ayal hampir setiap saat kita selalu saja menggunakan kosa kata ini di setiap perbincangan entah itu serius atau sekedar bermulut manis pengecap bercabang alias mononte’ek lawan bicara. Pendek kata, apa pun yang kita keluarkan kemudian berujung meraup untung di klaim sebagai sebuah investasi. Di masa-masa kini ini soal investasi sangat menerima perhatian lebih serius pemerintah di semua jenjang.
Walau laporan Doing Business menyebutkan tahun 2015 peringkat investasi Indonesia naik cukup signifikan ke posisi114 dari sebelumnya 120, namun kenaikan itu belum cukup membuat Presiden Joko Widodo berpuas diri. Target pembenahan yang terindikasi berpengaruh menghambat investasi pun di bidik presiden, tak tanggung-tanggung 11 paket kebijakan ekonomi telah diluncurkan.
Seirama itu, guna lebih menggeliatkan arus investasi di Indonesia yang lagi terenggah-engah maka contoh jemput contoh mengunjungi kantong-kantong investor di banyak sekali negara kerap dilakukan oleh presiden Jokowi.
Di sadari beliau, bahwa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa hanya bersandar semata dengan mengeksekusi pengeluaran pemerintah yang populer begitu lambat penyerapannya namun perlu juga diperluas lewat injeksi dana segar pihak swasta yang berkantong tebal.
Kejadian melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 kemudian menjadi buktinya, bahwa selain dipicu begitu hebatnya tekanan isu planning penurunan suku bunga bank central Amerika Serikat (The Fed), di tambah kebijakan moneter pemerintahan Tiongkok yang mendevaluasi mata uang Yuan serta kejatuhan harga komoditi dunia, juga disulut oleh faktor jebloknya tingkat absorpsi anggaran kementerian hingga ke tingkat pemerintah daerah.
Parahnya juga, disinyalir 42.000 peraturan pemerintah dan turunannya turut menjadi penyumbang dan biang kerok penghambat investasi di Indonesia.
Terlepas dari penghambat investasi itu, di banyak sekali literatur ekonomi makro sudah menjelaskan secara tuntas, pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari pengeluaran pemerintah, konsumsi, investasi, ekspor dikurangi impor.
Nah, cukup jelas faktor investasi dan pengeluaran pemerintah menjadi salah satu remote yang mengendalikan naik turunnya pertumbuhan ekonomi baik di level nasional maupun regional. Untuk variabel konsumsi, ekspor dan impor pada ulasan ini akan saya abaikan dulu.
Kotamobagu ialah salah satunya, daerah yang mengadang-gadang tahun 2017 nanti disebut sebagai tahun investasi. Dengan visi Walikotanya Kota Model Jasa, maka hampir bisa dipastikan bahwa investasi di maksud lebih menitikberatkan pada di’la bin kulit in bibig (baca : rasa), yakni sesuatu yang tak bisa di lihat (intagible) namun sanggup dinikmati ketika kita menggunakan produk jasa itu.
Sejak itu bisa dikatakan jasa ini kolam hantu, sangat pas benar, tak bisa di lihat namun acapkali menciptakan strom-strom, orang panas dingin, hilang budi bahkan hingga gurumi.
Lepas dari soal gurumi itu, Badan Pusat Statistik Kotamobagu sudah meliris data pertumbuhan ekonomi Kotamobagu pada periode tahun 2014 kemudian berkisar di angka 7, 78 % (tahun 2015 nanti keluar Juni 2016).
Angka ini terbilang cukup anggun lantaran lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi propinsi 7.5%. Pertanyaan besarnya mengapa pertumbuhan ekonomi Kotamobagu bisa meroket begitu tajam, apa yang bahu-membahu sedang terjadi ? Adakah kebijakan ekonomi luar biasa pemerintah Kota yang di buat sehingga menciptakan orang hingga tercengang-cengang ?
Jika mengcermati soal kebijakan ini, maka kita terang-terangan saja bahwa kebijakan itu belum ada, namun satu hal yang pasti keberadaan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) sangat banyak membantu membuka ruang gerak bagi pelaku pelaku usaha.
Riak-riak pengelolaan perijinan terendus dikelola cukup profesional, bebas dari pungutan liar dan modus cari untung. Akibatnya pendulum ekonomi itu tidak bergerak liar, cukup stabil walau itu terkadang harus dilewati melalui drama bersilat pengecap yang tajam dengan sebagian anggota DPRD Kota Kotamobagu. Silahkan dibaca juga alasan-alasan mengapa izin itu diberikan secara mudah pada posting sebelumnya izin simpel pengusaha senang
Alhasil hingga periode tahun 2016 ini beberapa group investor semisal sutanraja, indomaret dan alfamart sangat bersikukuh dan kepincut membuka cabang usahanya di wilayah Kotamobagu.
Tak itu saja beberapa pengusaha perbankkan ternyata turut juga ambil bagian mengumbar syahwat investasinya di Kotamobagu. Tercatat hingga simpulan tahun 2015, 20 bank telah membuka kantor cabangnya di wilayah Kotamobagu. Lantas apa imbasnya ? bila merunut data yang di rilis Bank Indonesia cabang Menado memperlihatkan bahwa efek kehadiran 20 bank itu telah menggerek peningkatan kucuran kredit usaha.
Terhitung pada periode Januari – Desember 2014 kemudian nilai kredit yang berhasil disalurkan sangat spetakuler, bergerak di kisaran 190 – 200 Milyar per bulan. Ini dia sumber penyebabnya mengapa pertumbuhan ekonomi Kotamobagu begitu mengagumkan dan mencengangkan serta sulit ditandingi daerah lain.
Terkait kredit perbankkan yang tinggi itu maka secara absout akan memompa adrenalin nilai Incremental capital output ratio (ICOR). Nilai ini merupakan satuan ukur yang membeberkan bertambah tidaknya jumlah barang dan jasa yang ada di Kotamobagu.
Dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi Kotamobagu ialah pertumbuhan ekonomi semu, oleh lantaran dorongan inflasi karena terjadi kenaikan harga BBM nasional. Kita masih diperkenankan berbual-bual bahwa sasaran kota model jasa hampir dicapai lantaran pertumbuhan ekonominya yang tinggi tapi apakah itu sesuai realitasnya, itu kasus lain yang mesti diuji secara cermat agregat produk yang dihasilkan (ICOR).
Namun sangat disayangkan sekaligus disesali, analisis mendalam soal ini belum pernah dibentuk dalam tabel input – output perekonomian Kotamobagu. Jika dikonklusi mungkin lantaran cukup sulit hitung-hitungannya ataukah ini menampakkan sisi gelap ketidakmampuan pejabat teknis di dalamnya.
Sekiranya cukup familiar dan mempunyai pengetahuan ekonomi yang cukup memadai, maka kita bisa membaca citra makro ekonomi Kotamobagu secara lengkap lewat tabel ini. Berapa sasaran pertumbuhan ekonomi yang diinginkan 1 – 5 tahun kedepan, berapa proyeksi kebutuhan anggaran per sektor, termasuk anggaran untuk menghasilkan satu unit output (baca:ICOR). Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri Pemerintah Kotamobagu yang perlu diikhtiarkan lebih serius untuk dilakukan.
Sangat ironi dan lucu, bila visi kota model jasa tidak didukung data dan analisis yang kuat menyangkut perekonomian Kotamobagu lewat model input-output.
Terpantau sejauh ini data ecek-ecek yang banyak beredar ke publik cuma berputar-putar Kotamobagu dalam angka yang mempengaruhi dan membius pikiran sehat kita. Lantas apa dampaknya ?
Jelas, berdasar hubungan sebab-akibat berakibat : pertama asumsi-asumsi yang dipasang untuk penyusunan dokumen RPJMD/RKPD akan premature dan kabur, condong bersifat duga-duga dan spekulasi yang berujung debat kusir. Kedua: muncul ke permukaan model alokasi anggaran SKPD yang over estimate dan berpotensi SiLPA.
Kombinasi alokasi anggaran jadwal yang berlebihan di tambah penataan perencanaan anggaran kas SKPD yang buruk terperinci akan mengamputasi tingkat absorpsi pemerintah daerah.
Baca juga
Cara Cepat Mengurangi Silpa APBD yang besar
Situasi tidak anggun ini akan melorotkan pertumbuhan ekonomi daerah, paling mungkin statis tidak bergerak. Di titik ini maka cukup pantas para pemangku kepentingan bersikeras memperkuat kontraksi absorpsi anggaran SKPD, ditendang sekuat mungkin kendati anggaran itu hanya untuk jadwal pembinaan menciptakan tarepak dan dinangoi.
Jadi, kata kementerian keuangan RI defisit APBD dilarang melewati 5.5 persen (batas tertinggi) dari PDB semoga pertumbuhan ekonomi bisa tinggi dan kalau perlu defisit itu harus bernilai nol (tanpa rupiah).
Mengingat tahun 2017 nanti ialah tahun investasi maka seyogyanya dilarang lagi tahun anggaran 2016 ini terjadi SiLPA yang tinggi. Sebaiknya pula untuk memuluskan tahun investasi tersebut semoga terlihat kinclong, pemerintah Kota Kotamobagu menyiapkan cara-cara jitu berinvestasi yang dituangkan ke dalam peraturan daerah ihwal investasi daerah.
Musababnya, cara pandang investasi berdasar sumber modalnya ada dua jenis pertama : melalui pembiayaan APBD bahwa anggaran dimungkinkan terpakai untuk membeli produk perbankkan semisal pembelian portofolio dan sejenisnya, serta acara non perbankkan semisal pembiayaan koperasi, UMKM dsb (Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah),
Kedua : Melalui pembiayaan swasta dengan mengucurkan uangnya di sektor-sektor produktif. Namun celakanya ada investasi swasta yang bodong dan menipu, penuh dusta serta omong kosong yang merebak akhir-akhir ini di tempat lain.
Fenomena miris ibarat ini perlu diredam segera agar tidak menular di Kotamobagu, untuk itu tak disyak perlu kreatifitas pemerintah Kotamobagu berbagi paket cara-cara berinvestasi yang ideal dan melindungi kepentingan publik.
Di ujung lain, semoga tercipta role model investasi pemerintah yang sepakat dan sama-sama happy menggunakan anggaran beraroma gincu (APBD) maka harus dipahami satu episode penting, bahwa investasi jenis ini dikategorikan sebagai kekayaan daerah yang dipisahkan.
Persepsi ini membutuhkan peraturan daerah yang terpisah untuk mengatur pemanfaatan anggaran itu semoga terang benderang sehingga nantinya pemerintah daerah tidak bertindak konyol, rakus, menyia-nyiakan uang rakyat untuk investasi yang samar-samar, kurang terperinci dan hanya memperkaya oknum tertentu.
Menariknya, keberadaan peraturan daerah tentang investasi daerah ternyata dapat menjadi pintu masuk untuk menciptakan tubuh perjuangan milik daerah.
Magic point yang sanggup menjadi diskusi hangat kita di sini, bagaimana kalau BUMD nya sudah ada lebih dulu semisal PD Gadasera dan PDAM milik Pemda Kab. Bolaang Mongondow tapi peraturan daerah ihwal investasi sendiri belum dibuat. Dapatkah pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk penyertaan modal ? Jawabannya secara tegas tidak bisa. Jangan lantaran inilah, BPK menerima alasan sempurna untuk menempeleng, sekedar memberitahu bahwa itu tidak boleh
Kalau muncul kilahan nanti bahwa nilai penyertaan modal ini telah diikutkan dalam Peraturan daerah ihwal APBD pada komponen pembiayaan maka coba di perhatikan secara teliti adakah pemanfaatan secara rinci anggaran itu telah dibeberkan.
Pasti angka yang ditempatkan pada kolom pembiayaan ialah angka gelondongan. Ini bentuk pembangkangan yang menerabas asas transparan dan akuntabilitas yang di atur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 ihwal Pedoman Pengelolaan APBD.
Walau laporan Doing Business menyebutkan tahun 2015 peringkat investasi Indonesia naik cukup signifikan ke posisi114 dari sebelumnya 120, namun kenaikan itu belum cukup membuat Presiden Joko Widodo berpuas diri. Target pembenahan yang terindikasi berpengaruh menghambat investasi pun di bidik presiden, tak tanggung-tanggung 11 paket kebijakan ekonomi telah diluncurkan.
Seirama itu, guna lebih menggeliatkan arus investasi di Indonesia yang lagi terenggah-engah maka contoh jemput contoh mengunjungi kantong-kantong investor di banyak sekali negara kerap dilakukan oleh presiden Jokowi.
Di sadari beliau, bahwa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa hanya bersandar semata dengan mengeksekusi pengeluaran pemerintah yang populer begitu lambat penyerapannya namun perlu juga diperluas lewat injeksi dana segar pihak swasta yang berkantong tebal.
Kejadian melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 kemudian menjadi buktinya, bahwa selain dipicu begitu hebatnya tekanan isu planning penurunan suku bunga bank central Amerika Serikat (The Fed), di tambah kebijakan moneter pemerintahan Tiongkok yang mendevaluasi mata uang Yuan serta kejatuhan harga komoditi dunia, juga disulut oleh faktor jebloknya tingkat absorpsi anggaran kementerian hingga ke tingkat pemerintah daerah.
Parahnya juga, disinyalir 42.000 peraturan pemerintah dan turunannya turut menjadi penyumbang dan biang kerok penghambat investasi di Indonesia.
Terlepas dari penghambat investasi itu, di banyak sekali literatur ekonomi makro sudah menjelaskan secara tuntas, pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari pengeluaran pemerintah, konsumsi, investasi, ekspor dikurangi impor.
Nah, cukup jelas faktor investasi dan pengeluaran pemerintah menjadi salah satu remote yang mengendalikan naik turunnya pertumbuhan ekonomi baik di level nasional maupun regional. Untuk variabel konsumsi, ekspor dan impor pada ulasan ini akan saya abaikan dulu.
Kotamobagu ialah salah satunya, daerah yang mengadang-gadang tahun 2017 nanti disebut sebagai tahun investasi. Dengan visi Walikotanya Kota Model Jasa, maka hampir bisa dipastikan bahwa investasi di maksud lebih menitikberatkan pada di’la bin kulit in bibig (baca : rasa), yakni sesuatu yang tak bisa di lihat (intagible) namun sanggup dinikmati ketika kita menggunakan produk jasa itu.
Sejak itu bisa dikatakan jasa ini kolam hantu, sangat pas benar, tak bisa di lihat namun acapkali menciptakan strom-strom, orang panas dingin, hilang budi bahkan hingga gurumi.
Lepas dari soal gurumi itu, Badan Pusat Statistik Kotamobagu sudah meliris data pertumbuhan ekonomi Kotamobagu pada periode tahun 2014 kemudian berkisar di angka 7, 78 % (tahun 2015 nanti keluar Juni 2016).
Angka ini terbilang cukup anggun lantaran lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi propinsi 7.5%. Pertanyaan besarnya mengapa pertumbuhan ekonomi Kotamobagu bisa meroket begitu tajam, apa yang bahu-membahu sedang terjadi ? Adakah kebijakan ekonomi luar biasa pemerintah Kota yang di buat sehingga menciptakan orang hingga tercengang-cengang ?
Jika mengcermati soal kebijakan ini, maka kita terang-terangan saja bahwa kebijakan itu belum ada, namun satu hal yang pasti keberadaan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) sangat banyak membantu membuka ruang gerak bagi pelaku pelaku usaha.
Riak-riak pengelolaan perijinan terendus dikelola cukup profesional, bebas dari pungutan liar dan modus cari untung. Akibatnya pendulum ekonomi itu tidak bergerak liar, cukup stabil walau itu terkadang harus dilewati melalui drama bersilat pengecap yang tajam dengan sebagian anggota DPRD Kota Kotamobagu. Silahkan dibaca juga alasan-alasan mengapa izin itu diberikan secara mudah pada posting sebelumnya izin simpel pengusaha senang
Alhasil hingga periode tahun 2016 ini beberapa group investor semisal sutanraja, indomaret dan alfamart sangat bersikukuh dan kepincut membuka cabang usahanya di wilayah Kotamobagu.
Tak itu saja beberapa pengusaha perbankkan ternyata turut juga ambil bagian mengumbar syahwat investasinya di Kotamobagu. Tercatat hingga simpulan tahun 2015, 20 bank telah membuka kantor cabangnya di wilayah Kotamobagu. Lantas apa imbasnya ? bila merunut data yang di rilis Bank Indonesia cabang Menado memperlihatkan bahwa efek kehadiran 20 bank itu telah menggerek peningkatan kucuran kredit usaha.
Terhitung pada periode Januari – Desember 2014 kemudian nilai kredit yang berhasil disalurkan sangat spetakuler, bergerak di kisaran 190 – 200 Milyar per bulan. Ini dia sumber penyebabnya mengapa pertumbuhan ekonomi Kotamobagu begitu mengagumkan dan mencengangkan serta sulit ditandingi daerah lain.
Terkait kredit perbankkan yang tinggi itu maka secara absout akan memompa adrenalin nilai Incremental capital output ratio (ICOR). Nilai ini merupakan satuan ukur yang membeberkan bertambah tidaknya jumlah barang dan jasa yang ada di Kotamobagu.
Dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi Kotamobagu ialah pertumbuhan ekonomi semu, oleh lantaran dorongan inflasi karena terjadi kenaikan harga BBM nasional. Kita masih diperkenankan berbual-bual bahwa sasaran kota model jasa hampir dicapai lantaran pertumbuhan ekonominya yang tinggi tapi apakah itu sesuai realitasnya, itu kasus lain yang mesti diuji secara cermat agregat produk yang dihasilkan (ICOR).
Namun sangat disayangkan sekaligus disesali, analisis mendalam soal ini belum pernah dibentuk dalam tabel input – output perekonomian Kotamobagu. Jika dikonklusi mungkin lantaran cukup sulit hitung-hitungannya ataukah ini menampakkan sisi gelap ketidakmampuan pejabat teknis di dalamnya.
Sekiranya cukup familiar dan mempunyai pengetahuan ekonomi yang cukup memadai, maka kita bisa membaca citra makro ekonomi Kotamobagu secara lengkap lewat tabel ini. Berapa sasaran pertumbuhan ekonomi yang diinginkan 1 – 5 tahun kedepan, berapa proyeksi kebutuhan anggaran per sektor, termasuk anggaran untuk menghasilkan satu unit output (baca:ICOR). Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri Pemerintah Kotamobagu yang perlu diikhtiarkan lebih serius untuk dilakukan.
Sangat ironi dan lucu, bila visi kota model jasa tidak didukung data dan analisis yang kuat menyangkut perekonomian Kotamobagu lewat model input-output.
Terpantau sejauh ini data ecek-ecek yang banyak beredar ke publik cuma berputar-putar Kotamobagu dalam angka yang mempengaruhi dan membius pikiran sehat kita. Lantas apa dampaknya ?
Jelas, berdasar hubungan sebab-akibat berakibat : pertama asumsi-asumsi yang dipasang untuk penyusunan dokumen RPJMD/RKPD akan premature dan kabur, condong bersifat duga-duga dan spekulasi yang berujung debat kusir. Kedua: muncul ke permukaan model alokasi anggaran SKPD yang over estimate dan berpotensi SiLPA.
Kombinasi alokasi anggaran jadwal yang berlebihan di tambah penataan perencanaan anggaran kas SKPD yang buruk terperinci akan mengamputasi tingkat absorpsi pemerintah daerah.
Baca juga
Cara Cepat Mengurangi Silpa APBD yang besar
Situasi tidak anggun ini akan melorotkan pertumbuhan ekonomi daerah, paling mungkin statis tidak bergerak. Di titik ini maka cukup pantas para pemangku kepentingan bersikeras memperkuat kontraksi absorpsi anggaran SKPD, ditendang sekuat mungkin kendati anggaran itu hanya untuk jadwal pembinaan menciptakan tarepak dan dinangoi.
Jadi, kata kementerian keuangan RI defisit APBD dilarang melewati 5.5 persen (batas tertinggi) dari PDB semoga pertumbuhan ekonomi bisa tinggi dan kalau perlu defisit itu harus bernilai nol (tanpa rupiah).
Mengingat tahun 2017 nanti ialah tahun investasi maka seyogyanya dilarang lagi tahun anggaran 2016 ini terjadi SiLPA yang tinggi. Sebaiknya pula untuk memuluskan tahun investasi tersebut semoga terlihat kinclong, pemerintah Kota Kotamobagu menyiapkan cara-cara jitu berinvestasi yang dituangkan ke dalam peraturan daerah ihwal investasi daerah.
Musababnya, cara pandang investasi berdasar sumber modalnya ada dua jenis pertama : melalui pembiayaan APBD bahwa anggaran dimungkinkan terpakai untuk membeli produk perbankkan semisal pembelian portofolio dan sejenisnya, serta acara non perbankkan semisal pembiayaan koperasi, UMKM dsb (Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah),
Kedua : Melalui pembiayaan swasta dengan mengucurkan uangnya di sektor-sektor produktif. Namun celakanya ada investasi swasta yang bodong dan menipu, penuh dusta serta omong kosong yang merebak akhir-akhir ini di tempat lain.
Fenomena miris ibarat ini perlu diredam segera agar tidak menular di Kotamobagu, untuk itu tak disyak perlu kreatifitas pemerintah Kotamobagu berbagi paket cara-cara berinvestasi yang ideal dan melindungi kepentingan publik.
Di ujung lain, semoga tercipta role model investasi pemerintah yang sepakat dan sama-sama happy menggunakan anggaran beraroma gincu (APBD) maka harus dipahami satu episode penting, bahwa investasi jenis ini dikategorikan sebagai kekayaan daerah yang dipisahkan.
Persepsi ini membutuhkan peraturan daerah yang terpisah untuk mengatur pemanfaatan anggaran itu semoga terang benderang sehingga nantinya pemerintah daerah tidak bertindak konyol, rakus, menyia-nyiakan uang rakyat untuk investasi yang samar-samar, kurang terperinci dan hanya memperkaya oknum tertentu.
Menariknya, keberadaan peraturan daerah tentang investasi daerah ternyata dapat menjadi pintu masuk untuk menciptakan tubuh perjuangan milik daerah.
Magic point yang sanggup menjadi diskusi hangat kita di sini, bagaimana kalau BUMD nya sudah ada lebih dulu semisal PD Gadasera dan PDAM milik Pemda Kab. Bolaang Mongondow tapi peraturan daerah ihwal investasi sendiri belum dibuat. Dapatkah pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk penyertaan modal ? Jawabannya secara tegas tidak bisa. Jangan lantaran inilah, BPK menerima alasan sempurna untuk menempeleng, sekedar memberitahu bahwa itu tidak boleh
Kalau muncul kilahan nanti bahwa nilai penyertaan modal ini telah diikutkan dalam Peraturan daerah ihwal APBD pada komponen pembiayaan maka coba di perhatikan secara teliti adakah pemanfaatan secara rinci anggaran itu telah dibeberkan.
Pasti angka yang ditempatkan pada kolom pembiayaan ialah angka gelondongan. Ini bentuk pembangkangan yang menerabas asas transparan dan akuntabilitas yang di atur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 ihwal Pedoman Pengelolaan APBD.
Akhirnya, tahun 2010 lalu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sentra telah menetapkan tujuh propinsi sebagai daerah paling unggul dalam menarik investasi yakni Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Papua.
Penetapan ketujuh propinsi ini dinilai dari keseriusan pimpinan daerah mendatangkan investasi seperti indikator kesiapan investasi di suatu daerah menyangkut proyek investasi yang ditawarkan, kesiapan pemerintah daerah memperlihatkan iklim investasi yang kondusif, ketersediaan sumber daya insan (SDM) dan sumber daya alam (SDA), serta pertolongan sarana dan prasarana daerah. Akankah Kotamobagu masuk pada zona daerah yang lebih menarik untuk berinvestasi tahun 2017 nanti ? Kita tunggu bersama apa jawabnya
Pepatah budpekerti orang Mongondow : Obagani In Akuoi Babibiton ku In Iko (dukunglah pemerintahanku dan saya akan menyejahterakan kamu) ialah ungkapan sederhana yang sanggup dijadikan pegangan bagi kita. Olehnya mari kita semua berbuat lebih maksimal lagi membantu pemerintah yang ada ketika ini kendati harus menciptakan mata merah dan panas kuping sejumlah pihak yang alergi dengan pertanyaan kritis.
Penetapan ketujuh propinsi ini dinilai dari keseriusan pimpinan daerah mendatangkan investasi seperti indikator kesiapan investasi di suatu daerah menyangkut proyek investasi yang ditawarkan, kesiapan pemerintah daerah memperlihatkan iklim investasi yang kondusif, ketersediaan sumber daya insan (SDM) dan sumber daya alam (SDA), serta pertolongan sarana dan prasarana daerah. Akankah Kotamobagu masuk pada zona daerah yang lebih menarik untuk berinvestasi tahun 2017 nanti ? Kita tunggu bersama apa jawabnya
Pepatah budpekerti orang Mongondow : Obagani In Akuoi Babibiton ku In Iko (dukunglah pemerintahanku dan saya akan menyejahterakan kamu) ialah ungkapan sederhana yang sanggup dijadikan pegangan bagi kita. Olehnya mari kita semua berbuat lebih maksimal lagi membantu pemerintah yang ada ketika ini kendati harus menciptakan mata merah dan panas kuping sejumlah pihak yang alergi dengan pertanyaan kritis.
0 Response to "CARA JITU INVESTASI"
Posting Komentar