Adalah suatu kenyataan yang tidak sanggup ditabukan bahwa hampir tiap ketika di sela-sela apel pagi bersama Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow selalu saja di bacakan santunan hukuman disiplin ke sejumlah Aparatur Sipil Negara, yang memiriskan hukuman dijatuhkan itu terkadang harus berakhir dengan drama hukuman pemecatan.
Memang jujur diakui, jikalau menengok 5 tahun ke belakang Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow boleh dikata darurat dan krisis displin ASN dan bahkan masuk ke zona merah.
Sejumput fakta sejarah di masa kemudian tak bisa ditampik bahwa sebagian besar ASN masuk dan pulang kantor semau-maunya hingga balasannya sukses menuai suara sumbang masyarakat awam.
Kini di masa pemerintahan Bupati yang baru, bunyi sumbang itu coba ditepis dengan langkah penegakan disiplin yang dipimpin sekretaris kawasan Tahlis Galang.
Sebagai seorang jebolan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, tentu hidangan disiplin ini yaitu makanan sehari-hari ketika dulu dia masih di dingklik kuliah. Seolah gayung bersambut, dan ketika dia didaulat menjadi panglima ASN di Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow, maka sangat masuk akal bila penegakan disiplin ASN masuk dalam daftar sasaran kerja.
Perspektif Disiplin
Saya teringat pada 12 tahun silam tepatnya di tahun 2005, ketika di gembar-gemborkan pertama kali Gerakan Disiplin Nasional (GDN) selama 1 bulan penuh di kalangan ASN.
Hari-hari dipenuhi acara tidak biasa Badan kepegawaian Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow yang sibuk melaksanakan operasi tangkap tangan di setiap Satuan Perangkat Daerah. Tetapi, belakangan disiplin yang berlaku ketika itu tenyata hangat-hangat tahi ayam.
Baca juga
Korupsi Lewat Perjalanan Dinas PNS, Bahaya
Baca juga
Korupsi Lewat Perjalanan Dinas PNS, Bahaya
Mungkinkah disiplin di Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow ketika ini akan berakhir ibarat itu juga ? Gelagat ke arah itu, saya berani pastikan tidak ada, terbukti dengan gelombang santunan hukuman kepada ASN yang seolah tidak pernah putus.
Kesimpulan sementara yang didapat panglima ASN sudah khatam urusan disiplin dengan konsisten memperlihatkan sanksi. Walau kecenderungan yang tampak ketika ini masih di bundar santunan hukuman saja.
Terkait itu, fenomena yang ada ternyata disiplin dikalangan ASN ditafsirkan cuma sebatas kehadiran, tiba dan pulang kantor sempurna waktu. Pokok kasus semisal disiplin melaksanakan anggaran, disiplin melaksanakan kiprah pokok dan fungsi, disiplin melaksanakan wewenang terkait jabatan menguap begitu saja.
Padahal kalau merunut pada Kamus Besar Bahasa Indonesia disiplin berarti ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan. Hal serupa ditemukan juga dalam isi pesan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS khususnya dalam pasal 1, disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Ambil pola saja agar otak kita encer, satuan kerja perangkat kawasan yang menerima TGR dari BPK ditenggarai pimpinan SKPD itu menganggap disiplin hanya berlaku untuk kehadiran dan tidak berlaku di wilayah hukuman anggaran.
Paling santer, soal gosip santunan ijin yang dipatok 30 juta ibarat yang dirilis media online totabuan.co “bupati Bolmong jengkel tairf ijin Indomaret di patok 30 Juta”. Ini juga fakta yang kasat mata, disiplin di anggap untuk urusan masuk dan pulang kantor saja, tidak masuk ke ranah wewenang terkait jabatannya.
Atas beberapa kondisi tersebut, yaitu pas benar dan saya aminkan jikalau kemudian diterapkan juga bahwa oknum pelanggar disiplin semisal yang menerima TGR atau terindikasi besar lengan berkuasa ceroboh melaksanakan wewenangnya di kenakan sanksi disiplin sebagaimana yang berlaku bagi ASN yang melanggar disiplin kehadiran.
Buah dari Disiplin
Pertanyaan kritisnya, mengapa disiplin ASN di setiap pemerintahan selalu saja jadi incaran kepala kawasan untuk dimaksimalkan ?
Walau sangat susah disiplin ASN ditegakan, ternyata muara disiplin cuma satu apalagi kalau bukan meningkatkan kinerja pemerintahan. Kita boleh saja berasumsi, semakin tinggi kehadiran ASN di kantor maka kinerja pemerintahan juga akan meningkat.
Tapi bagaimana boleh bekerja maksimal kalau anggarannya diselewengkan, Pun terkadang ASN bekerja ibarat kutu loncat, bekerja bukan di wilayah wewenangnya sendiri.
Lepas dari soal anggaran dan wewenang tadi, menarik untuk dikaji konstruksi kebijakan memotong Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN.
Langkah ini sebetulnya cukup baik mendongkrak kedisiplinan, walau serta merta juga sedikit menggelitik urat tawa saya lantaran di balik kebijakan itu muncul wabah sekedar menggugurkan kewajiban untuk hadir di kantor.
Langkah ini sebetulnya cukup baik mendongkrak kedisiplinan, walau serta merta juga sedikit menggelitik urat tawa saya lantaran di balik kebijakan itu muncul wabah sekedar menggugurkan kewajiban untuk hadir di kantor.
Soal kinerja ASN, tunggu dulu, kebijakan ini bukan solusi yang sempurna Faktanya, ada yang rajin masuk kantor dan pulangnya bahkan hingga malam tapi ketika ditanya soal apa yang dia kerjakan cuma menjawab dengan tergagap.
Jika berangkat dari cara pandang Michael Sandel, di dalam bukunya yang terbaru, What Money Can’t Buy (2013), disana dijelaskan, bahwa uang juga mensugesti kinerja orang di dalam pekerjaannya, maka kontruksi kebijakan pemotongan TPP ASN ada baiknya di kocok ulang.
Kebijakan pemotongan TPP ASN tidak disiplin ini yaitu produk kebijakan copy paste yang digunakan sebagian besar pemerintah daerah. Alasan fundamental di ambil kebijakan ini berpijak pada perkiraan semakin tinggi kehadiran ASN maka berbanding lurus dengan naiknya kinerja pemerintahan.
Benarkah ibarat itu ?
Masalah lainnya juga, tidak banyak yang tahu pemberian TPP diberlakukan tidak merata, pada instansi tertentu TPPnya cenderung tinggi dibanding TPP pada instansi kelas teri.
Walau terdengar sangat klasik, konon katanya tersebab diberikan TPP tinggi lantaran beban kerja yang ada sangat melimpah ruah. Tapi menjadi abnormal dan rancu kenapa ketika melaksanakan pemotongan TPP justru mengambil patokan dari kehadiran dan bukannya dari dari beban kerja yang dipikul sebagaimana ketika bersilat pengecap alasan diberikan TPP begitu tinggi.
Agar konsistensi maka seyogyanya kiblat santunan TPP kepada ASN sejatinya beralas pada banyak sedikitnya pekerjaan yang bisa dihasilkan dalam sebulan. Biar tidak pening kita sepakati saja sebut saja kebijakan ini lelang pekerjaan.
Apalagi kini sejak berlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 perihal Manajemen PNS yang mengusung seleksi terbuka atau lelang jabatan maka seharusnya konsep santunan TPP kepada ASN menyesuaikan kearah itu dengan metode lelang pekerjaan.
Baca juga
PNS Terkena Mutasi Pejabat? Begini Solusinya
Baca juga
PNS Terkena Mutasi Pejabat? Begini Solusinya
Hasil kocok ulang ini membutuhkan rincian yang tegas dan terang masing-masing pekerjaan beserta nilai nominalnya. Contoh paling jelas, misal mengantar surat mungkin nilainya Rp. 25.000, hadir dalam rapat paripurna DPRD Rp. 50.000, menciptakan peraturan/keputusan bupati dan sejenisnya di hargai Rp.100.000 dst.
Dengan begitu terbuka ruang berkompetisi yang sehat di pemerintahan, tanpa capek-capek mengumbar syahwat mengancam ibarat yang sering di praktekkan selama ini karena selain tidak humanis juga sangat tidak elok.
Jelasnya, imbas dari adanya perubahan ini maka kinerja pemerintahan di pastikan bisa meroket lantaran di topang kebijakan yang bisa merangsang ASN untuk mau berburu pekerjaan tanpa harus diperintah.
Semua itu yaitu tantangan berat yang masih memerlukan diskusi panjang bahkan mungkin perdebatan. Untuk mengawali langkah perubahan drastis ini ada baiknya kita renungkan pepatah Affectio bau tanah nomen imponit operi tuo yang kurang lebih artinya motivasi seseorang sangat mensugesti perbuatannya.
0 Response to "KOCOK ULANG PEMOTONGAN TPP ASN"
Posting Komentar