MENANTI KEJUTAN WALIKOTA

Masih terasa hangat dan belum lepas dari ingatan kita MENANTI KEJUTAN WALIKOTA
Masih terasa hangat dan belum lepas dari ingatan kita, ketika euforia pemekaran Kota Kotamobagu dan Kab. Bolaang Mongondow Utara terjadi   di antara tahun 2004 - 2005. Saat itu saya bertugas di Dinas Pendapatan Daerah yang dicekoki  kiprah untuk melaksanakan kajian potensi ekonomi tempat yang planning mau dimekarkan. 


Ringkas kata, lewat usaha panjang yang cukup melelahkan dari semua pemangku kepentingan, untung tak sanggup di tolak karenanya Kota Kotamobagu di menetapkan sebagai Daerah Otonomi Baru melalui Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 2007.     

Seiring waktu berlalu, tanpa terasa hingar bingar sejarah proses pemekaran itu hampir 1 dasa warsa sudah dilewati, tepatnya pada tanggal 23 Mei 2016   Kota Kotamobagu akan merayakan ulang tahunnya yang ke 9.  

Bicara sejarah pemekaran Kotamobagu tak sanggup disangkal  tidak bisa dilepaskan dari Kab.Bolaang Mongondow sebagai induknya. Masa itu, pemekaran tak seindah romantika film bollywood yang kita tonton, penuh pagelaran nyanyian dan tarian suka cita.  

Pasalnya,  drama  maling kundang itu terjadi dimana orang bau tanah yang melahirkan sang anak  dipaksa harus angkat kaki  dari wilayah yang dikuasainya. Memang sangat ironi dan memiriskan.
 
Lepas dari dongeng agresi maling kundang itu, kini di usia   Kota Kotamobagu yang ke 9, tentu sudah banyak yang terjadi dan dilakukan oleh pemerintah terpilih masa kemudian dan masa kini. 

Koreksi Kebijakan

Pada moment HUT kali ini  alangkah baiknya dijadikan sebagai  moment koreksi diri  hitam putih  pembangunan Kotamobagu.  Ini bermula pada sebuah pertanyaan pendek, apa saja yang telah di capai dan dilakukan oleh pemerintah 9 tahun ini ?. Untuk menjawabnya,   duduk kasus ini harus diperlakukan apa adanya.   

Sepintas memang cukup banyak perubahan yang terjadi di wilayah Kotamobagu, namun tanggapan sederhana itu saya yakin tidak cukup memuaskan sehingga semoga mampu  di cerna penalaran dan mengandung sebuah kebenaran maka perubahan itu akan di gali mendalam memakai beling mata  8 faktor pembentuk daya saing tempat sebagaimana telah saya posting sebelumnya pada tema "jejak-jejak pejabat gila" seperti 

  1. Perekonomian tempat
  2. Keterbukaan
  3. Sistem Keuangan
  4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
  5. Ilmu pengetahuan dan teknologi
  6. Sumber Daya Manusia
  7. Institusi, tata pemerintahan dan kebijakan pemerintah
  8. Manajemen ekonomi mikro.
Tidak berpanjang lebar kita pribadi saja menuju TKP pertama growth economic, bahwa semenjak resmi menyandang predikat tempat otonomi gres di tahun 2007 silam, perekonomian tempat Kotamobagu mengalami gejolak pasang surut. 

Data yang di rilis Badan Pusat statistik Kotamobagu  memperlihatkan,  semisal di tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Kotamobagu mencapai titik tertinggi 7,83%, kemudian turun ke 7,61% di tahun 2008, selanjutnya  tahun 2009 mengalami isu terkini positif  7,88% hingga kemudian di tahun 2014 turun lagi di  angka 7.78 %.

Angka-angka ini walau mengalami naik turun namun sengaja masih dikatakan cukup hebat karena  bisa melampaui pertumbuhan ekonomi propinsi. Namun apakah ini terjadi alasannya yaitu efek faktor kebijakan pemerintah tempat Kota Kotamobagu, itu soal lain yang perlu pembuktian lebih lanjut. 


Jika memakai dosis perbandingan pengeluaran   pemerintah terhadap PDRB semisal periode 2008 – 2012, secara berurutan mengatakan trend  tidak cukup bagus, 8.19 % (2008), 16,13 % (2009), 3.2 % (2010) dan 28,8% (2011).  

Artinya walau derajat pengeluaran pemerintah tempat setiap tahunnya selalu meningkat  (10 -11 %) namun terindikasi sangat kuat, tidak beririsan dan searah dengan  kenaikan pertumbuhan ekonomi daerah. 
 
Point penting yang saya mau  utarakan disini, bahwa persentase pengeluaran pemerintah masih jauh lebih tinggi dari persentase pertumbuhan ekonomi tempat yang terjadi (inelastisitas). 

Dalam cara pandang aturan wagner koefisien elastisitas pengeluaran dianggap cantik jikalau bernilai positif atau lebih dari 1. Tidak boleh elastisitas itu menghasilkan angka nol, apalagi negatif, karena  tafsirnya bisa majemuk dan mengandung ancaman tsunami pidana. 

Paling ringan  ketimpangan distribusi kesejahteraan dan paling berat APBD Kota Kotamobagu bocor atau disinyalir ada perampokan uang rakyat terselubung.
 
Jika boleh di konklusi, pengeluaran pemkot Kotamobagu yang dianggarkan dari waktu ke waktu  masih belum tepat sasaran. Rinciannya komponen belanja barang dan jasa maupun belanja modal yang dianggarkan  tidak banyak menggunakan  produk lokal. 

Selebihnya, kegiatan kegiatan pun yang disusun umumnya memakai pola padat modal dan bukan padat karya yang berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga uang rakyat Kotamobagu itu setiap tahunnya selalu berpindah dan masuk ke kantong  tempat lain.
 
Menjadi kejutan,  bahwa  di masa walikota kini ini Ir Tatong Bara pencapaian visi kota model jasa sudah direncanakan secara matang dan    sistematis, diikatkan dan diturunkan melalui target-target kerja tahunan. 

Sebagai contoh, tahun 2016 ini mengangkat jargon pembangunan inftrastruktur dan utilitas, dan 2017 nanti yaitu tahun investasi. Untuk itu semoga terhindar dari  gelagat harap-harap cemas visi kota model jasa  di capai atau tidak maka sebaiknya walikota cukup konsisten dengan semua planning kerjanya. 

Menjadi kejutan kedua jika  sumbang saran masyarakat yang mengular  bisa tumbuh bersama dan saling menguatkan dalam ruang kebijakan  walikota  kendati itu  menciptakan pendengaran panas.        

Menanjak pada sisi keterbukaan, jujur   saya wajib katakan masih dijalankan  setengah hati. Tampaknya selama 9 tahun ini Pemerintah Kotamobagu tidak cukup punya nyali   lebih untuk membeberkan rincian dokumen pelaksanaan anggaran ke publik. 


Yang disuguhkan ke mata publik cuma berkutat angka-angka gelondongan lengkap dengan nomenklatur nama program/kegiatannya. Di gunakan untuk belanja apa saja, jangan pernah bermimpi sanggup diketahui persis.    

Pindah pada faktor system keuangan, perkembangan 9 tahun terakhir menunjukkan hal menggembirakan. Khususnya pengelolaan keuangan tempat sudah dilaksanakan secara memadai serta taat mengikuti ketentuan  produk perundangan yang berlaku. 


Apalagi pengelolaan keuangan tersebut sudah dibantu dengan banyak sekali macam aplikasi komputer, sebut saja SIMDA, E-Budgeting, E-Planning, E-Monev, E-Database, KasDa online dan paling anyar E-Sicaca dan E-Bonk. 

Kendati sudah berbasis digital pengelolaan keuangan,  dikecualikan yaitu penentuan pagu indikatif SKPD masih saja manual dan   berkesan bagi-bagi uang. 

Rumusan formula yang tepat, kenapa suatu SKPD menerima kucuran anggaran bernilai tertentu belum ditemukan karenanya cuma mengulang-ulang  perundingan tidak sehat yang mengubur dalam-dalam capaian kinerja masa kemudian .        
 
Soal infrastruktur dan sumber daya alam terpantau digenjot habis-habisan  meski  itu berkesan tambal sulam. Menariknya, kondisi infrastruktur jalan yang di bangun sangat mengecewakan,  belum genap setahun di hotmix, permukaan jalannya sudah  berombak dan terkelupas serta bertaburan lubang-lubang.

Kalau kualitasnya di ragukan, itu sudah pasti, alasannya yaitu dikerjakan  cak beres dan asal-asalan serta  kentara lebih bermotif cari untung besar. 

Seyogyanya infrastruktur jalan yang dipersiapkan yaitu jenis Kw1 dan bukannya Kw2, Kw3 alasannya yaitu mengingat  kebutuhan mobilitas yang tinggi dari  pelaku-pelaku usaha.
 
Hampir sama juga yang terjadi pada pemanfaatan sumber daya alam, contohnya di bidang pertanian, 3 tahun belakangan sudah mencuri  Perhatian Pemerintah Kota Kotamobagu namun tidak serius-serius amat. 

Pemerintah tempat melalui Dinas Perdagangannya tidak fokus memberi jalan masuk jalan keluar ke aras nasional/internasional untuk pemasaran produk gula aren dan kopi organik. 

Seminggu lalu, iseng-iseng saya jalan-jalan ke Kementerian Perdagangan RI, terbersit inspirasi untuk cari tahu  di Dirjend kemudahan ekspor impor siapa dan alamat eksportir dan importir yang bidang usahanya di sekitar produk perkebunan (gula aren, kopi, minyak nilam).
 
Tak ayal, kaget luar biasa ketika disodori daftar nama eksportir/importir  yang begitu panjang, penelusuran saya lanjutkan dengan menentukan bertemu pribadi dengan eksportir  minyak nilam Togas Manurung di rumah pribadinya di bilangan Tanjung Priuk. 

Untuk kedua kalinya saya harus kaget, alasannya yaitu disodori undangan minyak nilam asal Jerman sebesar 16 Ton/tahun. 

Pengalaman ini membuktikan, jikalau Kepala Dinas  Perdagangan Kotamobagu sedikit saja kreatif, dan berinisiatif  melaksanakan penjajagan kerjasama pemasaran dengan pihak eksportir,   maka seyogyanya gula aren, kopi organic, kacang goyang Kotamobagu bisa menerobos  pasar manca negara. 

Namun itu tidak terjadi,  beban jabatan kepala dinas cuma digunakan untuk  mengurus kasus jual beli tome-tome, lalampa dan palo-palo cendol.          
 
Menanjak pada ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk urusan  ini   tak perlu di ragukan dan patut di acungkan  4 jempol, sip dan oke.  Pemerintah Kotamobagu 9 tahun belakangan ini cukup mantap  menjaga keberlangsungan pendidikan lewat kegiatan derma bea siswa. 

Tercatat, indeks pembangunan insan Kotamobagu menempati rangking 1 dari semua tempat se Bolaang Mongondow Raya. 

Perlu diingat, sebagai sebuah urusan wajib pemerintah tempat di Indonesia, pendidikan dan kesehatan tidak bisa disombongkan sebagai kegiatan unggulan pemerintah daerah,  itu yaitu kebijaksanaan bengkok yang tidak bisa dilembagakan dan harus di luruskan segera.  

Diluar itu, sayangnya basis pengetahuan, kajian-kajian kelitbangan belum diselipkan dan dijadikan penuntun untuk merumuskan banyak sekali kebijakan. Muaranya,  sudah niscaya cuma akan membangkitkan tafsir publik bahwa kebijakan itu (kalau ada) subyektif dan tendensius. 
 
Bagaimana dengan penggunaan teknologi ? 

Tidak perlu dikhawatirkan,  selama 9 tahun ini sudah  di terapkan di lingkup pemerintah Kota kotamobagu, apalagi itu  telah dikukuhkan juga walikota lewat program  smart city. 

Agung Adaty, ST, M.Si  sebagai mentor  Dinas Perhubungan cukup tanggap dan percaya diri mengurai kegiatan itu   dan menentukan meluncurkan kegiatan pemasangan 10 titik hostpot wifi di seantero Kotamobagu. 

Dituturkannya   ketika saya bertatap muka langsung, hostpot wifi  akan terus di tambah jumlahnya hingga menjadi 30 titik. Cuma pemasangan perangkat teknologi lainnya semisal CCTV belum ada kabar yang berkesiuran kapan akan dikerjakan.  
 
Ada hal yang mencolok jikalau fokus pembicaran teknologi dibenturkan  ke kasus sumber daya manusia  aparatur, bahwa  30 persen pejabat  di lingkup Pemerintah Kotamobagu disinyalir berpredikat Gaptek. 

Di titik ini kompetensi Adnan Massinae, S.Sos, M .Si selaku Kepala BKDD di uji menyerupai telah saya muat di posting sebelumnya berjudul "berburu ASN nakal", apa yang perlu dilakukan untuk menjawab problem ini. 

Tak mau basa-basi  perhelatan kursus singkat untuk mengasah keterampilan dua jari pejabat pun di gelar. Ini membuktikan good will untuk niat baku bekeng bae  dan berarti kompetensi PNS Kota Kotamobagu tak bisa dinafikan telah naik satu derajat di banding PNS tempat lainnya.
 
Pun menyangkut institusi  dan kebijakan masih datar-datar saja. Kelembagaan yang ada ketika ini masih memakai produk hasil pemekaran yang di susun kala itu oleh Adnan Massinae, S.Sos, M.Si. 

Yang bertambah cuma UPTD Air Minum untuk kurun waktu 9 tahun ini. Namun belakangan berkembang informasi bahwa akan ada tambah kurang kelembagaan pemkot Kotamobagu mengikuti hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 wacana Organisasi Perangkat Daerah.
 
Untuk urusan tata pemerintahan belakangan ini semenjak dinahkodai oleh Tahlis Galang S.IP, MM sebagai Sekretaris Kotamobagu mengalami perubahan drastis. 

Tak sungkan  dikatakan birokrasi pemerintahan mengalami reinkarnasi yang memuliakan integritas sebagai pelayan masyarakat, walau di balik itu   ternyata menciptakan segelintir kepala SKPD keteteran dan kehabisan napas mengikuti gaya kerja sang jenderal PNS. 
 
Sebagai penghujung, titik tekan pembentuk daya saing tempat menyerupai disampaikan di awal terkait juga administrasi ekonomi mikro. 

Sejauh yang diketahui kelompok-kelompok usaha mikro yang ada belum dikuatkan  dengan program-program training administrasi modern. 

Bagaimana menyusun perencanaan usaha yang baik, apa yang perlu dipersiapkan pelaku usaha, bagaimana mengeksekusi usaha yang di rencanakan tersebut dan mengawalnya hingga ke tingkat pemasaran serta bentuk pengawasan dan penilaian yang perlu dilakukan di lingkup usahanya, belum di lakukan. 

Pelatihan usaha mikro lebih  berpusat pada praktek pengemasan produk  gula semut saja. Idealnya pelaku-pelaku usaha mikro perlu juga diasah kemampuan manajerialnya semoga usaha yang dibangunnya tidak bangkrut di tengah jalan.
 
Kesimpulan

Akhirnya, dengan menyimak fakta-fakta kebenaran yang bermunculan maka  profil pembangunan Kotamobagu hingga kini di usianya yang ke  9,  sah dan meyakinkan untuk dikatakan belum sempurna. 

Namun itu bukan berarti daya saing tempat Kotamobagu tidak bisa diperbaiki, masih ada cukup celah  menjanjikan untuk memperbaikinya. 

Syaratnya sederhana, Walikota perlu tampil memukau sebagai insan setengah dewa, menyihir publik dengan kejutan-kejutan yang tak masuk kebijaksanaan namun  bisa memperbaiki sengkarut  masalah–masalah ada. 

Publik akan selalu menanti kejutan itu hingga ambang batas jabatan di tahun 2018 nanti. Selamat Ulang Tahun Kotamobagu yang ke 9, semoga makin di depan.

Baca juga apa yang telah walikota lakukan dua tahun terakhir di posting saya sebelumnya menguji hasil kerja walikota

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MENANTI KEJUTAN WALIKOTA"

Posting Komentar