MENAKAR SANKSI KEPALA BLH

Pasca penarikan Kendaraan Dinas Badan Lingkungan Hidup Kota Kotamobagu Nopol MENAKAR SANKSI KEPALA BLH
Pasca penarikan Kendaraan Dinas Badan Lingkungan Hidup Kota Kotamobagu Nopol  DB 31 K Selasa 19/1 oleh Satpol PP, sepertinya menyisakan puing-puing permasalahan cukup serius. Beragam celoteh, komentar dan tudingan miring pun beterbangan ke Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Kotamobagu saudara Mul’Alif Podutolo pada setiap kesempatan kongkow-kongkow di jarod Matali.

Adalah penyalahgunaan  wewenang  Kepala BLH yang dengan sengaja melaksanakan pembiaran penggunaan kendaraan dinas DB 31 K diluar peruntukannya,  begitu opini publik yang terbentuk. 

Pertanyaannya, benarkah kejadian ini masuk dalam jenis  penyalahgunaan wewenang? Tidak mau teledor asal menanggapi  kejadian ini, majelis kode etik Kota Kotamobagu yang beranggotakan 7 orang melaksanakan upaya penjelasan kepada kepala BLH saudara Mul’Alif Podutolo dengan menggelar  sidang kode etik Rabu 20/1.

Sebenarnya kejadian penyalahgunaan kendaraan dinas pemerintah tempat di luar peruntukan yang semestinya, bukan kali pertama ini terjadi. 

Hampir setiap ketika masyarakat Kotamobagu disuguhi  pemandangan kendaraan dinas baik roda dua maupun roda empat kemudian lalang dipakai tidak pada tempatnya. 

Di parkir tepi jalan pasar/toko, di kebun atau tempat lain di luar hari kerja ialah bentuk penyalahgunaan kendaraan dinas. Akan halnya cuma kendaraan dinas DB 31 K yang kena getahnya sorotan media, mungkin apes istilah yang pas benar.

Celakanya pelanggaran-pelanggaran penggunaan kendaraan dinas pemerintah tempat tidak sebatas menyangkut peralihan fungsinya namun berkembang  inspirasi kreatif untuk  merubah warna plat nomornya  dari plat merah ke plat  hitam pada moment-moment tertentu  (Secara kasat mata biasa ditemukan ketika pengisian di SPBU). 

Ini situasi berbahaya yang sanggup di ancam dengan dengan pidana kurungan tubuh 2 bulan serta denda Rp. 500 ribu sebagaimana  instruksi pasal 280 Undang-Undang 22 Tahun 2009 perihal lalulintas dan angkutan jalan raya

Fakta yang sama ternyata terjadi juga pada kendaraan dinas DB 31 K yang tidak hanya menyangkut pelanggaraan penggunaannya maupun fisik kendaraan namun menyerempet juga kepada pelanggaran pidana dengan delik mengutak-atik warna plat kendaraan dinas tersebut. 

Pada titik ini berdasar azas keadilan maka seyogyanya pemberlakuan hukuman tidak hanya di kenakan kepada Kepala BLH  Kota Kotamobagu namun kepada siapa saja pejabat pengguna kendaraan dinas yang dengan sengaja tidak mengindahkan ketentuan yang mengatur pengunaan kendaraan dinas sebagaimana di atur dalam Permen PAN dan RB Nomor 87 Tahun 2005 perihal Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja.

Dapat disimak  dalam Lembaran II poin 5 abjad a, b dan c Permen PAN tersebut disebutkan bahwa kendaraan  kendaraan beroda empat operasional hanya dipakai untuk kepentingan dinas yang menunjang kiprah pokok dan fungsinya,dilakukan  pada hari kerja kantor serta di dalam kota. 

Dan pengecualian penggunaan ke luar kota atas ijin tertulis pimpinan Instansi Pemerintah atau pejabat yang ditugaskan sesuai kompetensinya

Jika mau obyektif, maka kejadian penyalahgunaan kendaraan dinas DB 31 K tidak sanggup di tafsirkan  harus dipikul sepenuhnya oleh kepala BLH Kota Kotamobagu. Kenapa sanggup ? 

Cara pandang ini  cukup realistis berdasar korelasi kausalitas (sebab-akibat). Bahwa kejadian itu terjadi   di picu adanya celah kelemahan system   tata kelolah  barang milik daerah. 

Tag line bang napi “Kejahatan sanggup terjadi bukan saja lantaran ada niat si pelaku, tapi kejahatan juga sanggup terjadi lantaran ada kesempatan. Waspadalah,, waspadalah,, waspadalah!!! ada benarnya.

Akan halnya dari kejadian ini, maka pelajaran penting yang sanggup menjadi sumber inspirasi DPPKAD ialah segera menata ulang semua barang milik tempat dengan  menunjukkan identitas kepada aset tempat tersebut. 

“Kendaraan ini milik Pemerintah Kotamobagu”, begitu seharusnya  identitas  dari setiap kendaraan dinas roda dua dan roda empat. Ini cukup membantu  para pejabat pengguna kendaraan dinas biar tidak masuk ke wilayah rimba  aturan lantaran masalah sepele (mengganti warna plat ) ibarat di jelaskan di awal tadi.

Sanksi Pejabat

Herbert C Kelman, menulis dalam bukunya Compliance, Identification and Internalization, Three Processes of Attitude Change (1966), bahwa pada umumnya seseorang akan melaksanakan sesuatu yang diperintahkan peraturan perundang-undangan itu dengan tiga motif, yakni a) melaksanakan suatu aturan lantaran takut akan sanksinya, b) melaksanakan suatu peraturan lantaran menghormati pejabat pemerintah tersebut, dan c) melaksanakan suatu aturan lantaran yang bersangkutan insaf dan sadar dari dalam hati sanubari bahwa aturan itu ditaati untuk kepentingan bersama yang jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi.

Belajar dari teori Herbert C Kelman tersebut, pertanyaan secara khususnya apakah setiap pejabat Kota Kotamobagu sudah pada tataran aras ketiga yakni sudah sadar atas penggunaan kendaraan  dinas tersebut? 

Ataukah hanya hingga pada aras kedua yaitu  karena  menaruh rasa hormat? Atau bahkan hanya hingga pada tahap pertama yaitu pada compliance lantaran takut akan hukuman yang akan diberikan  ?. Jawabannya ada dalam diri langsung masing-masing pejabat.

Kembali lagi ke pokok  perkara, dengan menilai fakta-fakta yang menimpa kendaraan dinas DB 31 K maka hukuman apa bekerjsama yang sempurna diberikan kepada Kepala BLH Kota Kotamobagu ? 

Dari titik ini, rumor yang berkembang bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh kepala BLH Kota Kotamobagu dengan melaksanakan pembiaraan penggunaan kendaraan dinasnya  ialah terminologi yang tidak sempurna lantaran perspektifnya terlalu luas, muncrat kemana-mana  dan lebih cocok ke wilayah tindak pidana korupsi.

Saya oke dari apa yang diungkapkan oleh kepala BKD Kota Kotamobagu bahwa hukuman yang akan diberikan kepada kepala BLH mulai dari  penundaan kenaikan gaji, berkala/ pangkat hingga pencopotan dari jabatan. 

Artinya evaluasi majelis kode etik pasca menggelar sidang sudah menunjukkan rambu-rambu  pembagian terstruktur mengenai pelanggaran yang dilakukan kepala BLH sudah  ada dalam kategori pelanggaran disiplin PNS (pelanggaran disiplin ringan/sedang) sebagaimana di atur dalam pasal 11 dan 12 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 perihal Disiplin PNS.   

Mencermati  bahwa kejadian ini tidak serta merta terjadi lantaran inisiatif langsung dari Kepala BLH Mul;Alif Podutolo namun sangat kental afiliasinya dengan kelemahan tata kelolah barang milik tempat maka  atas pelanggaran ini alternatif hukuman sempurna yang diberikan walikota selaku pejabat Pembina kepegawaian    cukup dengan teguran tertulis atau penundaan berkala/pangkat. 

Pencopotan dari jabatan kepala BLH belum di perlukan  untuk masalah ini lantaran bukan jenis pelanggaran tingkatan berat.

Semoga atas kejadian ini Walikota Kota Kotamobagu segera mengambil kebijakan penataan barang milik tempat biar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.  

Baca juga
menakar hukuman asn mantan terpidana
 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MENAKAR SANKSI KEPALA BLH"

Posting Komentar