Rendang, salah satu makanan terlezat di dunia merupakan salah satu masakan yang tampaknya harus ada di meja makan ketika Idul Fitri. Bukan sebuah keharusan sebenarnya, tetapi rasanya tidak lengkap suasana Idulfitri tanpa kehadiran masakan yang satu ini, tentu saja harus ditemani dengan ketupat dan opor ayam.
Bukan sebuah makanan yang tidak umum juga alasannya ialah di rumah makan Padang setiap hari sanggup ditemui dan hanya butuh beberapa menit saja untuk mendapatkannya. Angkat telpon, pesan, dan kemudian menunggu alasannya ialah banyak RM Padang menyediakan jasa pengantaran ke tempat.
Meskipun demikian, suasana lebaran dengan rendang yang dipesan dari RM Padang bukanlah sebuah pilihan. Tidak seru dan rasanya tentu saja berbeda dibandingkan kalau dibentuk sendiri.
Ternyata, tidak gampang mendapat masakan rendang yang ibarat dengan yang pernah dirasakan ketika masa kecil dahulu, sekitar 30 tahun yang lalu. Memang, dengan adanya panci presto, banyak rendang di masa kini sanggup dimasak secara cepat. Sayangnya rasanya terkadang jauh dari yang diharapkan dan cita rasanya berbeda dibandingkan yang "dulu".
Rupanya perbedaan cara memasak rendang masa kini dan masa kemudian itulah yang menghasilkan perbedaan rasa.
Rendang masa dulu tidak dimasak dan siap dalam 1-2 jam saja. Butuh banyak proses untuk menciptakan daging empuk dan pada ketika bersamaan bumbu dan santan meresap ke dalam daging. Rupanya hal itu tidak sanggup didapatkan secara cepat.
Secara total, waktu yang dibutuhkan untuk mendapat masakan berwarna merah kehitaman ini mencapai lebih dari 6 jam, tidak termasuk proses pemotongan daging (dan waktu untuk membelinya di pasar).
Hal itu dikarenakan ada satu proses yang membutuhkan waktu lama, yaitu ketika mencampurkan santan ke dalam masakan. Prosesnya tidak sanggup sekaligus dan semua harus dilakukan secara bertahap.
Santan harus dituang sedikit pada rendang yang ada di wajan dan kompor dengan api yang kecil. Kemudian rendang harus diaduk perlahan semoga bumbu dan santan sanggup meresap ke semua belahan daging.
Butuh kesabaran. Membesarkan nyala api memang akan membantu mempercepat habisnya santan, tetapi juga sering menyebabkan "gosong" pada rendang. Mengaduk pun harus perlahan, kalau terlalu keras, maka dagingnya sanggup menjadi hancur. Tentunya, gosong dan hancur bukanlah hal yang diharapkan.
Bagaimanapun rendang bukan hanya harus enak, tetapi juga harus tampil manis di meja makan.
Alhasil, maka yang sanggup dilakukan ialah mengikuti proses, mengaduk perlahan, memasukkan tiga empat sendok santan setiap penuangan, mengaduk lagi, menunggu hingga santan mendidih dan kemudian berkurang, memasukkan santan lagi, dan terus begitu hingga santan habis dan daging empuk.
Pegal, lumayan. Tidak beda dengan melakukans angkat berat khusus bab tangan selama setengah jam dengan beban 1 kilogram. Pegal, niscaya lah. Ditambah dengan hawa panas berada di depan kompor selama waktu yang lama.
Tetapi, semua itu terbayar ketika menyuapkan belahan rendang dengan ketupat yang diberi kuah opor atau sayur pepaya. Tidak ingat lagi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkannya. Enak bro & sis.
Rasanya terperinci berbeda dengan yang dirasakan di RM Padang atau rendang yang dimasak secara instan.
Coba saja sendiri.
O ya memasak rendang pun mengajarkan saya pada satu hal. Jika ingin mendapat hasil maksimal, maka diharapkan ketelatenan dan kesabaran dalam melakukannya. Tidak akan ada hasil yang baik, kalau kita ingin selalu serba cepat dan mengandalkan pada mentalitas instan.
0 Response to "Mengaduk Rendang Selama 6 Jam Ternyata Membuat Pegal Juga Tetapi Mengajarkan Pada Satu Hal"
Posting Komentar