Begitu bersahabat dari ingatan kita demonstrasi anggota Satpol PP Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow beberapa bulan silam, yang memprotes keras agresi korupsi berupa pemotongan gaji mereka oleh atasannya. Tak bisa ditampik, hal serupa terjadi lagi di Dinas Kesehatan Kotamobagu sebagaimana dirilis salah satu media online totabuanews.com yang menurunkan informasi terkini “pegawai Dinkes Kotamobagu keluhkan pemotongan uang perjalanan dinas (sppd)”.
Potong Perjalanan Dinas, Korupsi
Ayolah jikalau mau jujur di bulan kebaikan ini, sebetulnya, pemotongan perjalanan dinas demikian itu marak terjadi di SKPD bahkan sangat banyak tetapi saya harus adil juga menyampaikan tidak semua SKPD begitu.
Berkilah dengan dalih sebuah kebijakan yang hanya beliau sendiri dan yang kuasa yang tahu maka serial kisah kasatmata Frank Abagnale catch me if you can yang terkenal di tahun 2002 bermula.
Singkat kisah seorang cowok yang diperankan Leonard Dicaprio begitu lihai melaksanakan agresi tipu-tipu dengan mengumbar iming-iming kesepakatan sana sini, berubah-ubah tugas yang ujug-ujugnya menciptakan targetnya terperdaya.
Pun tak berbeda jauh dengan agresi korupsi perjalanan dinas pns yang di sunat oleh oknum pimpinan SKPD, rata-rata secara total berdalih kebijakan.
Kebijakan menyerupai apa yang dimaksudkan, cuma tuan pejabat sendiri yang tahu. Sudah demikian, percayalah aktivitas kegiatan pun ikut-ikutan dilirik minta jatahnya atas nama kebijakan.
Walhasil mematik reaksi protes bawahan dan bergeser ke ruang publik. Jurus pamungkas pun berkelit dari tundingan ke hidung “sang koruptor” coba ditepis bahwa kejadian itu tidak benar.
Lantas, apakah betul pemotongan perjalanan dinas pns itu tidak terjadi ? Inta, pembuktiannya harus melalui proses hukum, tapi episode serunya di sini dalam klausul pasal 184 KUHAP menyatakan kesaksian merupakan salah satu alat bukti yang sah dan sanggup diterima, bahwa telah terjadi kejadian tindak pidana melawan hukum.
Pembaca, mungkinkah ada asap tanpa api dan motif apa kira kira seorang staf harus berceloteh, dan berjumpalitan menelanjangi dan meruntuhkan kewibawaan pimpinannya kecuali untuk satu alasan rasa sakitnya tuh di sini pak dan bu kadis. Hak perjalanan dinas kami selalu di potong.
Jadi, sangat terlalu dan bikin malu ada pejabat publik yang seyogyanya diteladani anak buahnya tapi membuka praktek ala bandit.
Menjadi seorang pimpinan SKPD patut disyukuri sebab bukanlah hasil kocokan undian mamak mamak, pastilah dilakukan melalui prosedur yang diatur undang-undang. Hampir niscaya sikap sikap mereka terjaga rapi, tapi nyatanya itu mimpi.
Yang tampak justru keserakahan bin rakus, parahnya penyakit itu menular sehingga masuk dalam arus pusaran korupsi.
Ini bukan meme lucu-lucuan maka harusnya kepala kawasan perlu segera bersikap dengan mengganti model pejabat menyerupai ini sebab cuma menjadi biang kerok rapuhnya sistim kerja di SKPD serta melorotkan etika kepatuhan terhadap perundangan.
Korupsi itu Psikopat
Robert Klitgaard seorang professor di Universitas Claremont California, dalam artikelnya yang berjudul International Cooperation Againts Corruption memformulasikan rumus korupsi yakni C = M + D – A (Corruption=Monopoly plus Discretion minus Accountability).
Bahwa korupsi itu terjadi sebab monopoli dalam bentuk kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki ditambah keleluasaan bertindak dikurangi rasa bertanggungjawab yang rendah.
Seandainya korupsi itu dilakukan orang miskin yang dalam posisi kepepet, saya berkeyakinan tinggi masyarakat akan mahfum, walaupun itu tidak berarti dilegalkan.
Perbuatan korupsi tetap dianggap perbuatan jijik yang merunut pada hasil penelitian psikologi orang-orang tersebut semuanya psikopat.
Dr hare dalam bukunya “Without Conscience” menjelaskan secara gamblang ciri-ciri orang psikopat itu yakni tidak mempunyai hati nurani dan melaksanakan perbuatannya dengan penuh kesadaran. Alhasil, setiap celah apapun asal bisa meraup rupiah akan selalu disikat tanpa sisa.
Duduk perkaranya sekarang korupsi itu dilakukan oleh orang yang sudah punya penghasilan besar dengan setumpuk tunjangan jabatan kok masih tega menganiaya bawahannya sendiri yang secara struktural justru banyak membantu dalam perkara-perkara pekerjaan kantor ?
Situasi ini tidak baik dan kentara motif ularnya, membisu sejenak hanya untuk mencari kesempatan melepas syahwat liar kebinatangannya. Urusan visi, misi, pihh, cuma yummy didengar lantunannya ketika rapat-rapat tapi apa itu akan dikerjakan, taik kucing.
Baca juga
Kocok Ulang Pemotongan TPP ASN
Dalam teori Gone yang diperkenalkan Jack Bologne, menyebut ada 4 penyebab korupsi, salah satunya greed yaitu nafsu serakah, selalu kurang dan tidak puas dengan apa yang dimiliki.
Selalu ingin mempunyai yang lebih banyak, lebih baik dengan cara apapun. Di titik inilah, kita boleh berkesimpulan, seorang koruptor imannya masih setipis kulit ari kopi, berwarna hitam jelaga yang biasanya jadi komplemen “panta belangkang”.
Rasa-rasanya banyak sekali kejadian aturan yang berkesiuran di publik di level nasional maupun dalam sangkar sendiri belum cukup dijadikan pelajaran dan menciptakan nyali kendor oknum pejabat biar tidak berbuat hal serupa.
Apakah dipikir dijaman yang serba elektronik ini, kedaluwarsa busuk kolam amisnya ikan tude itu tidak akan tercium oleh publik ? Saya harus menahan gelak tawa, setiap kali mengetahui kejadian busuk itu mampir ke ruang publik.
Beruntunglah aksi-aksi heroik kpk selama kurun 10 tahun terakhir ternyata banyak mengilhami kalangan staf aparatur sipil negara untuk melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di instansi mereka.
Apa lagi ketika ini sudah dikukuhkan dengan mudahnya seseorang melaporkan suatu kejadian aturan secara online tanpa perlu bukti awal, maka ke depan diperkirakan kasus-kasus korupsi semakin mengular, padat merayap di lembaga-lembaga penegak hukum.
Barangkali solusi layanan aplikasi E-Carlota dapat menjadi solusi jitu pemerintah kawasan mengatasi sikap liar dan tak beradab oknum pejabat.
Ini akan menjadi media penyeimbang antara hak dan kewajiban seorang aparatur sipil negara sehingga kendati beliau itu hanya seorang staf dengan golongan ruang II.a akan merasa dihargai dan didengar segala keluh kesahnya. Staf juga kan manusia, sakitnya tuh di sini jikalau anda sebagai pejabat terlalu rakus.
Baca juga : Korupsi itu Halal
Potong Perjalanan Dinas, Korupsi
Ayolah jikalau mau jujur di bulan kebaikan ini, sebetulnya, pemotongan perjalanan dinas demikian itu marak terjadi di SKPD bahkan sangat banyak tetapi saya harus adil juga menyampaikan tidak semua SKPD begitu.
Berkilah dengan dalih sebuah kebijakan yang hanya beliau sendiri dan yang kuasa yang tahu maka serial kisah kasatmata Frank Abagnale catch me if you can yang terkenal di tahun 2002 bermula.
Singkat kisah seorang cowok yang diperankan Leonard Dicaprio begitu lihai melaksanakan agresi tipu-tipu dengan mengumbar iming-iming kesepakatan sana sini, berubah-ubah tugas yang ujug-ujugnya menciptakan targetnya terperdaya.
Pun tak berbeda jauh dengan agresi korupsi perjalanan dinas pns yang di sunat oleh oknum pimpinan SKPD, rata-rata secara total berdalih kebijakan.
Kebijakan menyerupai apa yang dimaksudkan, cuma tuan pejabat sendiri yang tahu. Sudah demikian, percayalah aktivitas kegiatan pun ikut-ikutan dilirik minta jatahnya atas nama kebijakan.
Walhasil mematik reaksi protes bawahan dan bergeser ke ruang publik. Jurus pamungkas pun berkelit dari tundingan ke hidung “sang koruptor” coba ditepis bahwa kejadian itu tidak benar.
Lantas, apakah betul pemotongan perjalanan dinas pns itu tidak terjadi ? Inta, pembuktiannya harus melalui proses hukum, tapi episode serunya di sini dalam klausul pasal 184 KUHAP menyatakan kesaksian merupakan salah satu alat bukti yang sah dan sanggup diterima, bahwa telah terjadi kejadian tindak pidana melawan hukum.
Pembaca, mungkinkah ada asap tanpa api dan motif apa kira kira seorang staf harus berceloteh, dan berjumpalitan menelanjangi dan meruntuhkan kewibawaan pimpinannya kecuali untuk satu alasan rasa sakitnya tuh di sini pak dan bu kadis. Hak perjalanan dinas kami selalu di potong.
Jadi, sangat terlalu dan bikin malu ada pejabat publik yang seyogyanya diteladani anak buahnya tapi membuka praktek ala bandit.
Menjadi seorang pimpinan SKPD patut disyukuri sebab bukanlah hasil kocokan undian mamak mamak, pastilah dilakukan melalui prosedur yang diatur undang-undang. Hampir niscaya sikap sikap mereka terjaga rapi, tapi nyatanya itu mimpi.
Yang tampak justru keserakahan bin rakus, parahnya penyakit itu menular sehingga masuk dalam arus pusaran korupsi.
Ini bukan meme lucu-lucuan maka harusnya kepala kawasan perlu segera bersikap dengan mengganti model pejabat menyerupai ini sebab cuma menjadi biang kerok rapuhnya sistim kerja di SKPD serta melorotkan etika kepatuhan terhadap perundangan.
Korupsi itu Psikopat
Robert Klitgaard seorang professor di Universitas Claremont California, dalam artikelnya yang berjudul International Cooperation Againts Corruption memformulasikan rumus korupsi yakni C = M + D – A (Corruption=Monopoly plus Discretion minus Accountability).
Bahwa korupsi itu terjadi sebab monopoli dalam bentuk kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki ditambah keleluasaan bertindak dikurangi rasa bertanggungjawab yang rendah.
Seandainya korupsi itu dilakukan orang miskin yang dalam posisi kepepet, saya berkeyakinan tinggi masyarakat akan mahfum, walaupun itu tidak berarti dilegalkan.
Perbuatan korupsi tetap dianggap perbuatan jijik yang merunut pada hasil penelitian psikologi orang-orang tersebut semuanya psikopat.
Dr hare dalam bukunya “Without Conscience” menjelaskan secara gamblang ciri-ciri orang psikopat itu yakni tidak mempunyai hati nurani dan melaksanakan perbuatannya dengan penuh kesadaran. Alhasil, setiap celah apapun asal bisa meraup rupiah akan selalu disikat tanpa sisa.
Duduk perkaranya sekarang korupsi itu dilakukan oleh orang yang sudah punya penghasilan besar dengan setumpuk tunjangan jabatan kok masih tega menganiaya bawahannya sendiri yang secara struktural justru banyak membantu dalam perkara-perkara pekerjaan kantor ?
Situasi ini tidak baik dan kentara motif ularnya, membisu sejenak hanya untuk mencari kesempatan melepas syahwat liar kebinatangannya. Urusan visi, misi, pihh, cuma yummy didengar lantunannya ketika rapat-rapat tapi apa itu akan dikerjakan, taik kucing.
Baca juga
Kocok Ulang Pemotongan TPP ASN
Dalam teori Gone yang diperkenalkan Jack Bologne, menyebut ada 4 penyebab korupsi, salah satunya greed yaitu nafsu serakah, selalu kurang dan tidak puas dengan apa yang dimiliki.
Selalu ingin mempunyai yang lebih banyak, lebih baik dengan cara apapun. Di titik inilah, kita boleh berkesimpulan, seorang koruptor imannya masih setipis kulit ari kopi, berwarna hitam jelaga yang biasanya jadi komplemen “panta belangkang”.
Rasa-rasanya banyak sekali kejadian aturan yang berkesiuran di publik di level nasional maupun dalam sangkar sendiri belum cukup dijadikan pelajaran dan menciptakan nyali kendor oknum pejabat biar tidak berbuat hal serupa.
Apakah dipikir dijaman yang serba elektronik ini, kedaluwarsa busuk kolam amisnya ikan tude itu tidak akan tercium oleh publik ? Saya harus menahan gelak tawa, setiap kali mengetahui kejadian busuk itu mampir ke ruang publik.
Beruntunglah aksi-aksi heroik kpk selama kurun 10 tahun terakhir ternyata banyak mengilhami kalangan staf aparatur sipil negara untuk melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di instansi mereka.
Apa lagi ketika ini sudah dikukuhkan dengan mudahnya seseorang melaporkan suatu kejadian aturan secara online tanpa perlu bukti awal, maka ke depan diperkirakan kasus-kasus korupsi semakin mengular, padat merayap di lembaga-lembaga penegak hukum.
Barangkali solusi layanan aplikasi E-Carlota dapat menjadi solusi jitu pemerintah kawasan mengatasi sikap liar dan tak beradab oknum pejabat.
Ini akan menjadi media penyeimbang antara hak dan kewajiban seorang aparatur sipil negara sehingga kendati beliau itu hanya seorang staf dengan golongan ruang II.a akan merasa dihargai dan didengar segala keluh kesahnya. Staf juga kan manusia, sakitnya tuh di sini jikalau anda sebagai pejabat terlalu rakus.
Baca juga : Korupsi itu Halal
0 Response to "KORUPSI LEWAT PERJALANAN DINAS PNS, BAHAYA"
Posting Komentar