Kita tidak sedang membicarakan soal perebutan kekuasaan para militer Turki yang gagal alasannya ialah dijegal rakyatnya sendiri. Bukan juga soal gegap gempita piala eropah yang sudah usai dengan menyisakan senyum tawa merekah bagi mereka yang sukses meraup untung besar dari sobat reriungan. Apalagi dongeng horor soal gembong teroris Santoso asal Poso yang terjungkal disapu timah panas satgas tinombala. Semua itu sudah usai dengan caranya sendiri-sendiri.
Di tengah kepenatan Pilkada Bolaang Mongondow yang mulai memanas, publik negeri nyiur melambai sekarang sibuk membicarakan soal digantinya slogan torang samua basudara oleh gubernur dan wakil gubernur yang masih sanggup dihitung jam, detik dilantik Pebruari 2016 lalu. Sejatinya, aku tidak perlu terusik dengan kasus ini, tapi sepertinya dalam kemudian lintas berita terkini tak kunjung juga usai.
Perkara ini bermula, hari itu Kamis,14/7/2016, wakil gubernur Steven Kandouw disela-sela perayaan menyambut HUT kota Manado ke 393, dalam pidatonya menyampaikan "siapa pun dia, warga Sulut maupun Manado yang berada disini ialah ciptaan Tuhan. Kita berbeda suku, agama dan bahasa tapi kita semua ciptaan Tuhan". Kesannya cukup hambar dan menyejukan untaian rangkaian kalimatnya yang menunjukan si empu kalimat telah khatam dengan paham nasionalis.
Kalau ditelisik lebih dalam penyampaian wakil gubernur itu, bahwasanya tidak secara tegas menyebut slogan torang semua basudara itu diganti dengan torang semua ciptaan tuhan, itu clear. Saya dibentuk bingung, entah darimana sumber muasal isu torang samua basudara diganti dengan torang samua ciptaan tuhan, padahal sejauh diketahui belum ada pernyataan resmi mengganti slogan itu dari pihak pemerintah propinsi Sulawesi Utara.
Tapi okelah saya menentukan pendapat umum yang berkesiuran, menyebut wakil gubernur steven kandouw mengganti slogan torang samua basudara. Ada dua pertanyaan fundamental yang berkembang dipublik, pertama, apa maksud dan tujuan sehingga jargon itu harus diganti ? mungkinkah jargon torang semua basudara sudah expire, kadaluarsa dan kurang sesuai lagi dengan isu-isu terkini ? Kedua adakah kebijaksanaan kancil lain di balik jargon baru ?
Belakangan semua komentar liar yang berkembang coba dijawab Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey melalui staf khususnya Pdt Lucky Rumopa sebagaimana dimuat salah satu media online lokal (manado.antaranews.com). Tapi jika disimak, penjelasannya datar-datar saja, landai dan tidak mempunyai dasar alasan berpengaruh yang cukup memuaskan publik.
Di temani segelas kopi robusta asal Bilalang hasil olahan tadi sore, aku coba mencari titik kunci dari pertanyaan besar kenapa harus diganti slogan torang samua basudara ? apakah pemaknaan kedua slogan ini sama, atau berbeda. Sesekali setiap makna kata keduanya coba disusuri satu persatu dengan ditopang kamus besar bahasa Indonesia semoga jauh dari kesan dungu dan tafsir sesat.
Hasilnya, tidak berubah, makna kalimat sudah terang dan tidak sanggup diberi ditafsir lagi selesai and binding. Menurut irit saya jargon torang samua basudara lahir mengikuti isu, kala itu isu rasial begitu menghentak dan menggegerkan beberapa kawasan di Indonesia, semisal di Ambon, Poso, Sampit dan Sambas. Masalahnya isu rasial itu telah bermetamorfosis ladang pembantaian keji lewat aksi-aksi diluar batas perikemanusiaan sampai menciptakan pusing pemerintah.
Jadi sebagai mantan perwira tinggi militer yang menjabat Gubernur Sulawesi Utara tentu, EE Mangindaan tidak mau itu harus terduplikasi ke daerahnya sehingga dipandang perlu mengagas slogan torang samua basudara sebagai symbol pemersatu Tak sanggup disangkal slogan gubernur ini cukup bertuah, riak-riak konflik itu tidak pernah terjadi sampai kini.
Jujur, apakah ketika ini isu konflik itu masih sempurna dibicarakan ? Saya pikir kadarnya tidak penting-penting amat lagi dikomentari, densus 88 sudah cukup bekerja keras. Apalagi beberapa pentolan teroris semisal dimimi di Aceh sudah berhasil ditaklukan. Pun dengan gembong teroris yang dicari Santoso asal Poso sudah berhasil dikirim oleh satgas tinombala menghadap ke sang pencipta. Mungkin alasannya ialah isunya telah berubah, sehingga dalam duet kepemimpinan OD-SK mempunyai perspektif lain wacana konsep membangun kawasan dengan berdasar prinsip torang samua ciptaan tuhan.
Saya sendiri lebih menentukan berpikir moderat dan nrimo memberi sedekah auto kritik sederhana, bahwa mau diganti torang samua basudara dengan torang samua ciptaan tuhan, tidak masalah, torang semua turunan adam hawa sah-sah saja, yang penting masyarakat sanggup menikmati segera hasil dari kerja-kerja pemerintah yang baru. Jangan cuma pandai membangun slogan omong kosong yang lezat dibaca tapi hasil nol besar dan cuma membuat keadaan kacau balau yang menarik hati para komentator memberi tafsir sesuka-suka hati.
Akhirnya, mari berbaik sangka saja, jika boleh menciptakan konklusi, slogan gubernur ini masih perlu diberi klarifikasi yang rinci semoga tidak menjadi fitnah dan debat kusir. Secarik catatan penting, paling tidak slogan torang samua ciptaan yang kuasa haruslah benar-benar sanggup diturunkan ke jadwal aktivitas pemerintah yang betul-betul 100 persen keuntungannya untuk insan dan bukan sekedar membangun demarkasi pencitraan positif pemerintah.
0 Response to "CERITA HOROR SLOGAN GUBERNUR"
Posting Komentar