Sejak dibukanya keran pemilukada serentak oleh pemerintah, maka setiap tahunnya fokus perbincangan para analis politik selalu berkutat siapa tokoh politik yang terkenal dan mempunyai elektabilitas tinggi.
Tak ditabukan, memang tahun 2016 – 2019 sudah mahfum diketahui publik sebagai tahun politik.
Adanya situasi yang ibarat itu maka mendorong partai politik dan tokoh-tokoh yang berminat untuk ikut bertarung dalam pesta demokrasi itu, mulai pasang kuda-kuda.
Adanya situasi yang ibarat itu maka mendorong partai politik dan tokoh-tokoh yang berminat untuk ikut bertarung dalam pesta demokrasi itu, mulai pasang kuda-kuda.
Artikel Lain
Dana Desa Alat Meraup Suara dan Meningkatkan Elektabilitas Politik
Tak bisa ditampik, pesta demokrasi selalu identik dengan guyuran hujan uang. Pun melihat situasi yang cukup parah itu, balasannya Goenawan Muhammad seorang penulis terkemuka angkat bicara lewat artikelnya di majalah tempo 27 Juli 2016, menyindir bahwa kehidupan politik telah bermetamorfosis lapak dan gerai, kios dan show-room.
Terlepas dari sindiran itu, sebuah pertanyaan sederhana yang selalu terlontar ketika bertemu seseorang, apakah tokoh politik si A berpengaruh di tempat anda ? Entah sekedar nirwana indera pendengaran bagi anda, dengan entengnya teman anda menjawab, oh sangat kuat.
Pertanyaannya, dari mana anda tahu kalau posisi tokoh politik itu berpengaruh ?
Kekuatan Figur Tokoh Politik
Mengukur kadar kekuatan figur tokoh politik yang mencalonkan diri sebagai kepala tempat bukan kasus mudah. Kita tidak bisa seenaknya menciptakan kesimpulan sesat, bahwa tokoh politik A berpengaruh atas dasar cuma alasannya dibicarakan segelintir orang.
Artikel Lain
Cara Selingkuh Pengelolaan Keuangan Daerah
Tafsir kuat mempunyai pengertian bersayap, bisa diterjemahkan juga tokoh politik tertentu cukup terkenal alasannya rekam jejak yang anggun atau alasannya rekam jejak yang jelek tapi soal apakah nanti dipilih rakyat, belum tentu.
Jadi, popularitas seseorang hanya merupakan pintu masuk tapi bukan segalanya.
Dititik ini, maka diperlukan ukuran lain dengan apa yang disebut elektabilitas tokoh politik. Akan sangat anggun sekali jikalau popularitas dan elektabilitas itu berjalan beriringan kolam semut ketika mengangkut makanan.
Menurut Hasanudin Ali, CEO Alvara Research Center tingkat elektabilitas atau keterpilihan seorang tokoh politik dipengaruhi oleh 3 faktor seperti popularitas, citra, serta ikatan batin.
Populer di mata masyarakat pemilih tidak berarti harus duduk di rangking nomor satu dari sekian kandidat. Terpenting, beliau masih dalam peringkat 3 besar sehingga masih mempunyai ruang cukup lapang untuk terpilih.
Kemudian citra, faktor gambaran ini menyangkut abjad dan kemampuan tokoh politik. Citra kandidat yang low profile, murah senyum, tidak susah bertemu sangat disukai masyarakat.
Namun, kata Corner dan Pels bahwa aktifitas politik yang hanya mengedepankan pencitraan politik, tanpa dibarengi penguatan kualitas diri politik, pada balasannya hanya meretas nihilisme.
Karena itu membangun gambaran tokoh politik tertentu wajib ditopang dengan kemampuan komunikasinya yang baik ibarat bisa memperlihatkan solusi-solusi kongkrit atas masalah-masalah masyarakat. Dengan begitu akan semakin mendongkrak popularitasnya yang bermuara pada elektabilitas.
Nimmo dalam bukunya Komunikasi Politik, Khalayak dan Efek, mengatakan gambaran ialah segala hal yang berkaitan dengan situasi keseharian seseorang, menyangkut pengetahuan, perasaan dan kecenderungannya terhadap sesuatu. Sehingga gambaran sanggup berubah seiring dengan perjalanan waktu.
Adapun ikatan batin, merupakan hubungan emosional mendalam dari kandidat dan masyarakat pemilih.
Ini akan tercipta jikalau masyarakat pemilih merasa tidak ada jarak antara mereka dan kandidat.
Kenapa ikatan emosi harus dibangun ?
Takarannya sederhana, alasannya secara garis hubungan kekeluargaan tidak ada sama sekali. Untuk memasuki fase membangun jalinan ikatan emosi pilihan satu-satunya ialah menyentuh titik kepentingan mereka.
Bagaimana kita bisa tahu apa kepentingan masyarakat pemilih ?
Untuk bisa tahu apa yang menjadi kepentingan masyarakat pemilih itu, cara yang paling masuk nalar ialah dengan metode blusukan.
Artikel lain
Efek Elektoral Propaganda Politik
Seorang sosiolog asal Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan, model kampanye blusukan ketika ini memang sedang tren di kalangan politikus Indonesia. "Tren gaya kampanye politikus ketika ini banyak dipengaruhi rujukan kampanye Jokowi.
Seorang sosiolog asal Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan, model kampanye blusukan ketika ini memang sedang tren di kalangan politikus Indonesia. "Tren gaya kampanye politikus ketika ini banyak dipengaruhi rujukan kampanye Jokowi.
Senada juga dituturkan Charles Bonar Sirait yang menulis buku "kekuatan berbicara di publik" bahwa masyarakat akan memperlihatkan respons dan penghormatan jauh lebih besar kepada politikus yang mendatangi mereka secara langsung. "Nilainya sangat tinggi dan tidak terbayarkan,"
Hasil Penelitian Elektabilitas
Banyak gagasan menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh politik dilakukan oleh tim suksesnya tanpa mempunyai pijakan berpengaruh dan mapan, semisal kajian ilmiah.
Kalau pun digunakan, bakal menciptakan mereka pening, pusing-pusing dan tersesat lebih jauh ke rimba dunia tak berujung.
Kalau dikatakan gagasan itu cuma spekulasi, pas benar, alasannya balasannya cuma membuang waktu, biaya dan tenaga secara percuma.
Sebenarnya, beberapa hasil penelitian wacana naik turunnya elektabilitas seorang tokoh politik sudah banyak dipaparkan para ahli.
Seperti yang di lakukan LCS Survey 2014 silam di 34 propinsi, menyimpulkan bahwa 38,3 persen warga lebih cenderung menentukan tokoh politik yang menjalankan kampanye blusukan, 35.9 persen menentukan tokoh politik karena pemberitaan, terakhir 25.8 persen masyarakat menentukan seorang tokoh politik karena iklan di media massa.
Hal yang sama juga dipaparkan Riris dan Yogih dalam jurnalnya "Mencari Bentuk Kampanye Politik Khas Indonesia" mengungkap bahwa kandidat yang mendapat simpati dari masyarakat ialah sosok yang memangkas jarak dengan masyarakat.
Hal sedikit berbeda diutarakan Venus dalam bukunya administrasi kampanye bahwa masyarakat sebagai pemilih mempertimbangkan calon dari apa yang dilihat di media massa
Menurut McGinnis ibarat yang dikutip Dennis Kavanagh dalam bukunya Ellection Campaigning: The New Marketing of Politics, pemilih bekerjsama melihat kandidat bukan menurut realitas yang orisinil melainkan dari sebuah proses kimiawi antara pemilih dan gambaran kandidat (gambaran imajiner). Citra yang baik, dengan sendirinya akan meningkatkan popularitas dan elektabilitas kandidat, begitupun sebaliknya.
Pilihan Strategi Tokoh Politik
Strategi secara prinsip dasar merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Tentu tujuan di maksud ialah memenangkan hati rakyat sehingga bisa mendulang bunyi yang begitu banyak dan melimpah ruah.
Biasanya ada dua seni administrasi yang diterapkan dalam pertarungan politik yang dikemas dalam bahasa Incumbent versus penantang dan diturunkan melalui rupa-rupa aksi.
Seperti, seni administrasi incumbent biasanya akan selalu mempertontonkan segala pencapaian supaya mendapat alasan dan restu masyarakat untuk dilanjutkan.
Sementara itu bagi seorang penantang akan berupaya memperlihatkan sisi-sisi kegagalan incumbent yang maju kembali dalam pertarungan politik.
Lepas dari dua seni administrasi itu, ada beberapa pilihan seni administrasi yang sangat direkomendasikan para pakar komunikasi politik, ibarat :
2. Kunjungan eksklusif insidental (door to door)
3. Ceramah/dialog
4. Aksi sosial terprogram
5. Aksi sosial insidental
6. Peresmian
7. Kontrak politik
8. Turnamen
9. Pawai
10. Hiburan/Kesenian
11. Menggunakan media center
11 seni administrasi ini ialah cara yang sangat efektif untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas seorang tokoh politik sampai lebih dari 73 persen.
Apakah 11 seni administrasi itu harus digunakan semua ?
Ya, kalau betul berminat ingin menang telak dalam pertarungan politik.
Namun sayangnya, kalau lawan politik memakai seni administrasi yang sama maka peluang mendulang bunyi terbanyak itu cenderung akan menipis.
Kesimpulan
Popularitas dan elektabilitas ialah dua hal yang berbeda tapi merupakan 1 paket yang harus dikejar seorang tokoh politik supaya bisa meraup bunyi terbanyak dalam pertarungan politik.
Hasil penelitian, ada 3 pilihan dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas tokoh politik yang selalu menjadi jalan masuk masyarakat pemilih menjatuhkan pilihannya, ibarat :
1. Metode blusukan
2. Metode pemberitaan
3. Metode Iklan di media massa
Dengan memakai ketiga pintu ini, bisa digaransi seorang tokoh politik akan sukses mendulang bunyi rakyat yang cukup banyak, dengan catatan harus dirahasiakan pada lawan politik metode dan seni administrasi mana yang dipakai.
0 Response to "TRIK MENINGKATKAN ELEKTABILITAS TOKOH POLITIK HINGGA 73 PERSEN"
Posting Komentar