KOTA LAYAK ANAK, PENUH DUSTA

Beberapa ahad terakhir isu kota layak anak cukup ramai diperbincangkan di ruang publik KOTA LAYAK ANAK, PENUH DUSTA
Beberapa ahad terakhir isu kota layak anak cukup ramai diperbincangkan di ruang publik. Walau tidak hingga skala menggegerkan menyerupai kasus pemenggalan kepala di Kelurahan Mongkonai setahun silam, namun isu ini marak diperbincangkan mengikuti alur pemberitaan nasional yang banyak mengupas kasus pemerkosaan terhadap anak. 


Seperti dituturkan media online yang satu ini totabuan.co, yang menurunkan tajuk pemberitaannya dengan nuansa datar “Pemkot  desak Kotambagu jadi kota layak anak”, namun sedikit berbeda dengan situs Bolmora.com yang mengemas isu anak  dengan mengambil pojok tendangan yang menyempit serta menyengat “Program kota layak anak patut dipertanyakan”.  


Situasi kekinian tak terbantahkan memang menunjukkan bahwa negeri kita dalam keadaan darurat kekerasan seksual terhadap anak. Satu persatu kasus kekerasan seksual itu pun mulai tersingkap, paling ringan cuma sebatas pemerkosaan namun yang paling tak sanggup dimaafkan yakni disertai kekerasan dan pembunuhan sebagaimana yang menimpa siswi kelas II asal Bengkulu  Yuyun. Sudah demikian pelaku kejahatan tersebut ternyata hampir sebagian besar didominasi anak-anak  di bawah umur.

Publik pun  alhasil digiring untuk memberi evaluasi dan  mengakui, memang telah terjadi tindak pidana melawan aturan terhadap anak-anak  di negeri ini  Sedih, miris sempat saya rasakan hingga  menciptakan hati ini trenyuh, saya tidak berani  membayangkan, bagaimana jikalau kejadian serupa  harus menimpa  anak  kita sendiri, dapatkah kita dikala itu mengambil tempat sebagai seorang malaikat untuk mengucap sepenggal kata maaf, maaf dan sekali lagi maaf ?

Kita tinggalkan sejenak soal malaikat itu,  lantas bagaimana dengan posisi pemkot Kotamobagu sendiri menanggapi isu ini ?  


Sejauh yang diketahui pemkot Kotambagu dikala ini telah mengusulkan Ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa), Kotamobagu ditetapkan sebagai kota layak anak. Berani bermimpi besar sedemikian itu yakni manis namun perkaranya  benarkah Kotamobagu sempurna dijadikan sebagai kota layak anak, dan apa ukurannya  ? 

Baca juga
Kumpulan Inovasi Daerah Thomas alva edison


Jika memakai dosis pelecehan dan kekerasan seksual  anak dijadikan pola pokoknya, maka saya dengan berat hati harus menyampaikan belum sempurna Kotamobagu dijadikan kota layak anak. Benar duga-duga saya itu,  Humas Pengadilan Negeri Kotamobagu   Raja Bonar Wasi Siregar, SH,  menyatakan bahwa dari 157 kasus yang masuk di pengadilan negeri umumnya didominasi kasus pelecehan seksual/cabul terhadap anak-anak.

Jadi,  tak sanggup dinafikan ada kesan  terburu-buru dari walikota  mengusulkan Kotamobagu sebagai kota layak anak dengan mengabaikan fakta-fakta otentik yang ditemukan dilapangan. Seolah yang dikejar cuma pencitraan positif yang membabi-buta   bahwa pemerintah kawasan tidak mengabaikan putra-putri daerah, sangat keterlaluan. 


Akhirnya malah mematik  reaksi publik dengan sentilan lucu-lucu di banyak sekali media sosial, setelah kota model jasa, kota peduli perempuan  serta  kota layak anak,  habis itu kota apa lagi ? .

Terindikasi besar lengan berkuasa dan hampir dipastikan ada cacat cela Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kotamobagu untuk menelikung walikota dengan memberikan tawaran yang sulit dicerna nalar sehat soal penetapan Kotamobagu sebagai kota layak anak. 


Ini tawaran yang sangat prematur  dan tidak berdasar sama sekali serta   lebih kentara mempertahankan polusi kekuasaan. Kalau dikatakan tawaran itu bermotif  cari muka ke walikota pas benar, dan  inilah    barisan pengusung “asal ibu senang” yang cocok dengan sebuah ungkapan   pembunuh dalam lipatan.

Pembaca, walau belakangan dikala dikonfirmasi awak media totabuan.co selasa 24/05, Kepala BPP dan KB Kotamobagu buru-buru meralatnya sebab sadar telah khilaf, dengan  menyampaikan Kotamobagu gres akan menuju kota layak anak musababnya  gres sebagian dari 33 syarat kota layak anak yang sanggup dipenuhi Kotamobagu. Seolah takut ada pujian yang tergores dan menjadi malu yang sanggup berujung  dicopot dari  jabatannya sebagai Kepala BPP dan KB Kotamobagu maka melaksanakan kontra persepsi kota layak anak sebisanya.

Gemas, lucu dan menciptakan perut saya mulas menahan geli melihat perangai karatan pejabat menyerupai ini, di satu sisi walikota menyatakan mengusulkan Kotamobagu sebagai kota layak anak namun di ujung lain Kepala BPP dan KB menepisnya dengan pernyataan Kotamobagu gres akan menuju kota layak anak.  Kalau gres akan menuju kota layak anak kenapa diusulkan ke Kemenpppa ?.  


Dada boleh saja membusung untuk sebuah terobosan yang anda lakukan,   namun syaratnya  harus masuk akal, tidak inkosisten, sanggup dibuktikan dan paling penting bukan cuap-cuap sekelas penjual obat kampungan di pasar 23 Maret.   

Mundur ke belakang, bahwa kebijakan pemerintah sentra menyangkut perlindungan  terhadap hak anak-anak  telah dijamin melalui   Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996.  Hak dimaksud meliputi  hak kelangsungan hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak berpartisipasi. 


Sejalan itu juga pada tanggal 22 Oktober 2002 telah ditetapkan juga  Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2002 wacana pinjaman Anak. Point penting di sini, apa sih di negeri ini yang tidak diatur oleh pemerintah ? tapi mengapa selalu saja timbul masalah  kejahatan serius yang menyasar bayi, balita, anak-anak, remaja, bahkan ke tingkat insan dewasa.   

Tampaknya setumpuk dokumen produk perundang-undangan wacana hak anak tidak cukup untuk memberi jaminan terlindungnya anak secara memadai.  Sejatinya pemerintah kawasan perlu lebih serius dan sungguh-sungguh menjalankan semangat yang di maksud oleh undang-undang yang telah dibuat.  


Jangan isu ini cuma dijadikan komoditi politik semata untuk mengundang decak kagum, seakan-akan pemerintah  kawasan berpihak pada anak-anak namun sasaran utama sebenarnya   menerima penghargaan kota layak anak dari pemerintah pusat. Kita sanggup berguru dulu  ke Pemerintah Kot Solo yang memutuskan tahun 2016 ini sebagai kota layak anak namun ternyata  persiapan mencapai sasaran itu sudah dimulai semenjak tahun 2006.

Bagaimana dengan dengan Pemkot Kotamobagu sendiri, sudahkah mempersiapkan kebijakan acara yang menopang terciptanya kota layak anak ?  


Kita persempit saja ke  sektor kesehatan, sudahkah puskesmas dan rumah sakit yang ada kini dijadikan tempat ramah anak dengan menyediakan ruang tempat menyusui maupun ruang tunggu yang memadai bagi anak lengkap dengan alat bermainnya ? kenyataannya, pasien dan  pengunjung yang membawa anak di puskesmas dan rumah sakit selalu berbaur di ruang yang sama sehingga anak itu akan gampang terjangkit penyakit. 

Tak berbeda jauh dengan pendidikan, sudahkan jam berguru anak-anak diberikan pada jam-jam tertentu saat  berada di keluarganya ? Kenyataanya, kebijakan melarang penggunaan audio bentor, utamanya yang di lorong-lorong belum ada, padahal ini sangat mengganggu kegiatan berguru anak-anak di rumah. Bagaimana pula dengan zona selamat sekolah ketika anak keluar dari jam berguru di sekolahnya ?  Adakah  itu di berikan di depan semua sekolah yang ada di pelosok Kotamobagu ? 

Penutup, saya cuma ingin menyampaikan dika bi ki dunga-dunga mai ki walikota moguman kon kotamobagu layak anak, kasi;ah mongoadi tonga  pinomia barang dagangan intau no takit (baca : jangan cuma iya-iya walikota bilang kotamobagu layak anak, kasihan anak-anak cuma dibentuk barang dagangan orang yang sakit).


Baca juga menanti kejutan walikota 
dan gelembung kebijakan walikota

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KOTA LAYAK ANAK, PENUH DUSTA"

Posting Komentar